Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mau Ada Revisi PP No 55 Tahun 2012 mengenai GVW Kendaraan Listrik

Kompas.com - 17/08/2022, 06:22 WIB
Muhammad Fathan Radityasani,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Bus listrik yang hadir di Indonesia kebanyakan adalah buatan dari luar negeri. Sebenarnya sudah ada bus listrik buatan karoseri lokal, sebut saja MAB, INKA, dan Laksana.

Mengenai pembuatan bus listrik, sebenarnya ada sedikit kendala yang dialami oleh karoseri. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2012, setiap bus punya Gross Vehicle Weight (GVW) yang berbeda, tergantung dimensinya.

Misal untuk bus besar 12 meter, GVW-nya adalah 8 ton sampai 16 ton. Kemudian untuk bus Maxi dengan panjang 12,8 meter GVW-nya adalah di atas 16 ton sampai 24 ton.

Baca juga: Karoseri Adiputro Belum Juga Ekspor Bus ke Luar Negeri

Oppal Buzz Studio, studi podcast berjalan dengan bodi Jetbus Transit buatan Adi PutroKOMPAS.com/FATHAN RADITYASANI Oppal Buzz Studio, studi podcast berjalan dengan bodi Jetbus Transit buatan Adi Putro

Masalahnya, ketika membuat bus listrik, beban yang dibawa lebih berat dibanding mesin konvensional. Penyebabnya adalah karena harus membawa baterai dengan kapasitas besar dan tentu berat.

Kalau mau mengikuti regulasi GVW, maka bus listrik harus mengangkut penumpang lebih sedikit dibanding bus konvensional. Mengingat, kalau dibuat sama maka bebannya bisa melebihi batas.

Menanggapi hal ini, Dewanto Purnacandra, Kasubdit Uji Tipe Kendaraan Bermotor Direktorat Sarana Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan mengatakan, pihaknya sedang mengajukan revisi PP No 55 Tahun 2012.

Baca juga: Punya Bus Podcast, Apa Adiputro Buka Pesanan Bus Custom?


"Bus listrik itu kan ada berat di baterai, sehingga kami sudah mengajukan revisi PP 55 antara lain kita coba mengusulkan adanya penambahan sedikit GVW untuk kendaraan listrik," ucap Dewanto di Tangerang, Selasa (16/8/2022).

Penambahan GVW ini juga bukan sembarangan, ada hitungannya. Jangan sampai berat total kendaraan malah melebihi batas kelas jalan yang bisa dilalui.

"Kami sudah bahas juga dengan para APM, enggak banyak sih (penambahan), karena hitung-hitungan kita kan kalau terlalu besar akan melebihi kelas jalan, jadi jalan yang akan rusak," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau