SEMARANG, KOMPAS.com - Kenaikan harga BBM non-subsidi membuat para pemilik mobil bermigrasi menggunakan bahan bakar di bawahnya, seperti Pertalite.
Padahal, untuk kebanyakan mobil baru, bahkan sekelas mobil murah ramah lingkungan alias low cost green car (LCGC) direkomendasi menggunakan bahan bakar RON di atas 90.
Meski terbilang sepele, kebiasaan mobil kompresi tinggi menenggak BBM oktan rendah bisa mengakibatkan sensor oksigen atau O2 bermasalah.
Baca juga: Sebelum Beli, Simak Dulu Perbedaan Fitur Tiap Tipe Hyundai Stargazer
Kepala Bengkel Toyota Nasmoco Majapahit Semarang Bambang Sri Haryanto mengatakan, sensor O2 bertugas membaca kadar oksigen gas buang sebelum informasi di terima Air Fuel Ratio (AFR). Hanya saja kerak karbon yang menumpuk mempengaruhi data yang terbaca oleh perangkat ECU.
"Cara kerja sensor O2 memberikan input data ke ECU. Kalau ditemukan adanya kotoran membuat proses pembakaran terganggu," kata Bambang, kepada Kompas.com, belum lama ini.
Bahan bakar jenis Pertalite, lanjut Bambang, mengandung sulfur yang untuk mobil atau sepeda motor standar Euro 4, hal tersebut memiliki efek negatif ke mesin dan catalytic converter.
"Kadar belerang di bensin Premium dan Pertalite lebih besar 3 atau 4 kali lipat sesuai perhitungan rasio kompresi, jika dibiarkan akan punya efek negatif ke mesin," ucapnya.
Selain itu, tarikan mesin mobil akan terasa ngempos dan lama kelamaan mesin akan mengalami knocking.
Baca juga: Buat Apa Ada Knock Sensor Jika Minum Pertalite Masih Bikin Ngelitik?
"Untuk kendaraan yang telah dilengkapi catalytic converter penggunaan BBM oktan rendah lebih terasa. Disamping ngelitik juga kadar belerang tinggi bisa merusak catalytic converter," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.