JAKARTA, KOMPAS.com— Mudik sudah menjadi tradisi yang melekat pada masyarakat Indonesia saat Lebaran. Setiap tahunnya, jelang Idul Fitri berbondong-bondong umat manusia pergi ke kampung halaman.
Tidak sedikit pemudik yang pulang ke kampung halaman menggunakan jalur darat. Mobil merupakan salah satu transportasi darat yang dapat digunakan untuk mudik.
Baik itu menggunakan mobil pribadi atau mobil sewaan, mudik tidak akan lepas dengan ritual melintasi jalan tol. Jalan tol dikenal sebagai jalur bebas hambatan yang akan mempercepat mobilitas pengendara.
Baca juga: Hasil Balap Moto2 GP Portugal, Joe Roberts Menang di Balapan Penuh Drama
Kini infrastruktur jalan tol di Indonesia kian berkembang. Para pemudik dapat dengan mudah pulang ke kampung halaman dengan menggunakan tol Trans-Jawa.
Jika melihat ke beberapa tahun belakang sebelum adanya jalan tol Trans-Jawa, kemacetan saat musim mudik kerap terjadi di berbagai jalan.
Kini, tol yang diresmikan pada 20 Desember 2018 tersebut tidak hanya memotong jarak dan waktu, tol Trans-Jawa turut mengubah kebiasaan berkendara.
Sebelum adanya jalan tol Trans-Jawa, masyarakat harus mudik ke kampung halaman dengan jarak yang lebih panjang dan memakan waktu lama.
Tidak hanya itu, terjebak kemacetan yang parah di jalur pantai utara (pantura) atau jalur selatan Jawa seolah menjadi hal yang melekat dengan budaya mudik.
Jalur pantura pernah menjadi jalur favorit para pengendara mobil, bus, sampai kendaraan berat lainnya, bahkan menjadi jalur utama untuk menuju kota-kota yang ada di Jawa Tengah dan Timur.
Jalur pantura dikenal dengan lintasan yang bergelombang dan rusak. Dengan kondisi jalan yang tidak mulus, jalur pantura menjadi titik kemacetan yang selalu menjadi pusat perhatian saat musim mudik tiba terutama di Simpang Jomin.
Sebelum Tol Trans-Jawa rampung, pertigaan yang berada di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, tersebut menjadi lintasan wajib saat mudik.
Sudah berpuluh-puluh tahun Simpang Jomin menjadi primadona pemudik dari arah Jakarta, dan Bandung, untuk menuju Cirebon, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Antian kendaraan di simpang Jomin panjangnya bisa menempuh puluhan kilometer. Bahkan, kepadatan dari kemacetan di titik tersebut seolah sulit terurai dan membuat banyak pemudik mengeluh.
Kepopuleran dari simpang Jomin membuat titik ini dikenal sebagai jalur neraka. Hal ini karena kemacetan di simpang tersebut bisa berlangsung puluhan jam.
Baca juga: Rekayasa Lalu Lintas di Magelang Jelang Lebaran 2022
Kemacetan di Simpang Jomin kala itu tidak hanya digunakan oleh pemudik yang mengalir ke arah timur, barat, dan selatan Jawa, melainkan juga pedagang kaki lima, pasar tumpah, dan juga warga Karawang yang beraktivitas sehari-hari.