JAKARTA, KOMPAS.com - Saat berkendara di jalan raya, pasti akan sering berjumpa dengan berbagai macam rambu lalu lintas. Di antaranya rambu dilarang menyalip jadi yang paling umum terlihat.
Bukan tanpa sebab, ternyata menyalip kendaraan adalah kondisi paling rentan timbulnya kecelakaan. Oleh sebab itu gerakan menyalip kendaraan butuh perhitungan matang.
Jusri Pulubuhu, Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), mengatakan bahwa setidaknya ada tiga alasan mengapa mendahului kendaraan lain bisa sangat berisiko pada keselamatan.
Baca juga: Begini Cara dan Biaya Perpanjangan SIM secara Online
"Mengapa? dalam kondisi normal saja kendaraan saat akan menyalip pasti memacu kecepatan lebih tinggi dari mobil depannya," kata Jusri kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
"Kemudian saat menyalip, pengemudi memasuki sisi blind spot kendaraan yang akan disalip. Saat itu yang disalip tidak melihat. Kemudian jika menyalip di jalur biasa (jalur dua arah) akan mengambil jalur orang," ucapnya melanjutkan.
Oleh sebab itu, Jusri menuturkan rambu peringatan dilarang menyalip lebih banyak dijumpai di jalanan dibandingkan rambu larangan lainnya.
Baca juga: Media Asing Sebut Sirkuit Mandalika Mesti Diaspal Ulang
"Ketentuan menyalip lebih banyak dari ketentuan atau larangan yang lain. Contoh, dilarang menyalip di tanjakan, di turunan, di jalur (marka) jalan solid, di persimpangan, lalu dilarang menyalip di depan sekolah, di depan rumah sakit, di depan kantor polisi, komplek militer, zebra cross, di polisi tidur, dan di jembatan. Kalau tidak salah ada 14-15 larangan menyalip," ujar Jusri.
Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa perilaku menyalip kendaraan memberikan kontribusi terbanyak dalam kecelakaan yang ada. Sekitar 70 sampai 74 persen kecelakaan terjadi saat kendaraan sedang menyalip.
"Data itu datang dari polisi dan di luar negeri NHTSA (badan keselamatan berkendara AS). Salah satu korporasi klien saya, data kecelakaan di perusahaan itu memang paling besar menyalip," kata Jusri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.