JAKARTA, KOMPAS.com - Berkendara jarak jauh dapat memicu kejenuhan dan keletihan pengemudi, khususnya bila jalan yang dilewati stagnan atau statis seperti jalan tol.
Serupa dengan mengantuk, namun jika sudah sampai di tahap microsleep, kesadaran seseorang benar-benar turun dan tertidur selama beberapa detik. Biasanya, hal ini terjadi tanpa disadari.
Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana mengatakan bahwa kondisi microsleep ini tidak terjadi secara tiba-tiba, tapi melalui beberapa tahapan terlebih dahulu.
Baca juga: Catat, Mengemudi di Jalan Tol Paling Rentan Terkena Microsleep
"Ada fase-fasenya. Yang pertama, biasanya di tiga jam atau empat jam pertama dia (pengemudi) udah mulai letih. Di jam ketiga itu mulai super letih, ngantuk berat. Nah, di fase itulah biasanya si pengemudi terkena microsleep," kata Sony kepada Kompas.com, Senin (3/1/2022).
Ia melanjutkan, kondisi-kondisi seperti duduk diam dalam waktu yang lama bisa memperparah dan mempercepat microsleep. "Jadi, otak itu sebenarnya udah shut down, udah stuck," ujarnya.
Menurut Sony, ada hal yang membedakan antara perasaan mengantuk dengan microsleep. Saat mengantuk, pengemudi akan merasakan reaksi mereka melambat.
"Kalau ngantuk, yang tidur adalah matanya. Tapi kalau microsleep, yang tidur itu otaknya," kata Sony.
Seringkali, lanjut Sony, pengemudi yang mulai mengantuk menambah kecepatan kendaraan untuk menambah adrenalin. Namun, hal ini justru berbahaya.
"Begitu adrenalin naik, kecepatan di 140 km/jam kemudian terkena microsleep, di kecepatan itulah fatalitynya," ucap dia.
Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDCC) Jusri Pulubuhu mengatakan bahwa pemicu microsleep bermaca-macam.
"Bisa diakibatkan kebosanan, kejenuhan, rutinitas," kata Jusri saat dihubungi Kompas.com, Senin (3/1/2022).
Jusri menjelaskan, orang yang terkena microsleep bisa saja bugar secara fisik. Namun keadaan yang monoton dan membosankan inilah yang menjadi pemicu microsleep.
Namun, Training Director The Real Driving Center (RDC) Marcell Kurniawan mengatakan bahwa keadaan fisik yang kurang baik juga bisa menjadi salah satu pemicu terjadinya micro sleep.
"Micro sleep bisa terjadi karena faktor fisik dan psikis. Fisik yang lelah, kurang enak badan dan di bawah pengaruh obat dapat menyebabkan microsleep," ujar Marcell pada Kompas.com, Senin (3/1/2022).
Keadaan psikis pengemudi yang buruk, misalnya stres, juga dapat memicu hal ini.
Marcell menekankan, bahwa pada akhirnya untuk mengatasi microsleep, pengemudi perlu tidur. "Segala usaha untuk menahan ngantuk, tidak ada yang efektif," katanya.
Baca juga: Road Trip saat Libur Nataru, Lakukan Ini untuk Mencegah Microsleep
Untuk mengantisipasi terjadinya microsleep, Sony mengatakan bahwa pengemudi perlu istirahat di sela-sela perjalanan.
"Banyak pengemudi yang melakukan istirahatnya sudah bener, duduk ngobrol minum kopi gitu ya. Tapi waktu kita beristirahat itu, saraf, otak dan otot harus dirangsang, di-refresh," jelasnya.
Senada dengan Sony, Jusri mengatakan bahwa perlu ada stimulus-stimulus agar otak tetap bekerja dengan optimal.
"Istirahat pertama itu cukup dengan stretching, gerakan badan, 15 menit. Kemudian mereka harus melakukan power nap, 15 hingga 30 menit. Ini akan memberikan kebugaran pada pengemudi," jelas Jusri.
Kemudian, untuk menjaga kesadaran tetap utuh selama perjalanan, Jusri mengatakan bahwa pengemudi harus selalu sadar dan waspada dengan keadaan sekitar.
"Misal, ada mobil datang dari arah depan. Kalau dilihat saja, dia (pengemudi) melihat ada mobil datang dari arah berlawanan. Itu sekedar melihat. Tapi stimulus itu merasakan apa yang dia lihat. Bahwa mungkin mobil yang datang dari depan ini bisa tiba-tiba masuk ke jalur kita. Karena kita tidak tahu kondisi si pengemudi itu," ujar Jusri.
Dengan selalu waspada, pengemudi menjadi tetap sadar dan berhati-hati di jalan.
"Kita tidak boleh lengah satu detikpun. Kalau ada tanda-tanda keletihan, ya kita harus segera berhenti. Pada kecepatan 50 km/jam saja, ketika kita ngantuk, satu detik itu mobil sudah bisa bergerak 14 meter. Bisa nabrak jembatan, orang, dan lain-lain," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.