Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Percepat Penurunan Emisi, Sri Mulyani Revisi Pengenaan PPnBM Mobil

Kompas.com - 21/10/2021, 08:02 WIB
Ruly Kurniawan,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatur ulang ketentuan terhadap tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor, sepeda motor, mobil, maupun pikap, atau bus.

Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141/PMK.010/2021 tentang Penetapan Jenis Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengenaan, Pemberian dan Penatausahaan Pembebasan, dan Pengembalian PPnBM.

Beleid baru ini, diundangkan pada 13 Oktober lalu dan mulai berlaku efektif 16 Oktober 2021.

Baca juga: Mungkinkah Diskon PPnBM Diperpanjang Lagi pada 2022?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI membahas RUU HKPD, Senin (13/9/2021).Dok. Kementerian Keuangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI membahas RUU HKPD, Senin (13/9/2021).

Secara umum, terdapat tiga ketentuan yang mendasari pengenaan tarif pada instrumen perpajakan tersebut, yaitu kapasitas mesin, konsumsi bahan bakar, atau tingkat emisi CO2.

Sehingga, diharapkan seluruh mobil yang beredar di Indonesia sudah ramah lingkungan alias mengedepankan aspek lingkungan.

"Bahwa untuk mempercepat penurunan emisi gas buang yang bersumber dari kendaraan bermotor, dan untuk mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang hemat energi dan ramah lingkungan, perlu melakukan penyesuaian kebijakan mengenai jenis kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah," tulis kebijakan itu.

Adapun tingkat emisi CO2 dalam ketentuan tersebut mengacu pada laporan hasil pengujian atau sertifikat uji tipe mobil yang diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan.

Namun, jika mobil belum ada dalam data pemerintah, maka akan mengikuti laporan hasil pengujian yang diterbitkan pabrik, prinsipal, atau lembaga uji coba di negara asal mobil tersebut.

Baca juga: Solusi Mobil Listrik Murah, Pabrikan Bikin LCGC Bertenaga Baterai

Honda mulai produksi Mobilio di pabrik kedua, Karawang, Jawa Barat, Rabu (15/1/2014).Aris FH Honda mulai produksi Mobilio di pabrik kedua, Karawang, Jawa Barat, Rabu (15/1/2014).

Sementara untuk pembeli mobil yang tidak mampu menunjukkan sertifikat pengujian emisi, maka akan berlaku tarif tertinggi sesuai jenis kendaraan dan kapasitas mesinnya.

Berikut ketentuan tarif yang akan berlaku menurut PMK No.141/PMK.010/2021:

1. Mobil angkutan orang dengan kapasitas 10 orang termasuk pengemudi dan kapasitas mesin sampai 3.000 cc, berlaku tarif:
* 15 persen apabila tingkat emisi kurang dari 150 gram/km.
* 20 persen apabila tingkat emisi 150-200 gram/km.
* 25 persen apabila tingkat emisi lebih dari 200-250 gram/km.
* 40 persen apabila tingkat emisi lebih dari 250 gram/km

2. Mobil angkutan orang dengan kapasitas 10 orang termasuk pengemudi dan kapasitas mesin di atas 3.000-4.000 cc, berlaku tarif:
* 40 persen apabila tingkat emisi kurang dari 150 gram/km.
* 50 persen apabila tingkat emisi 150-200 gram/km.
* 60 persen apabila tingkat emisi lebih dari 200-250 gram/km.
* 70 persen apabila tingkat emisi lebih dari 250 gram/km

3. Mobil angkutan orang dengan kapasitas 10 orang termasuk pengemudi yang merupakan mobil listrik berlaku tarif 15 persen.

4. Mobil angkutan orang dengan kapasitas 10-15 orang termasuk pengemudi dan kapasitas mesin sampai 3.000 cc, berlaku tarif;
* 15 persen apabila tingkat emisi kurang dari 200 gram/km.
* 20 persen apabila tingkat emisi lebih besar atau sama dengan 200 gram/km.

Baca juga: Pajak Karbon Segera Berlaku, Bagaimana Nasib Diskon PPnBM?

Honda di IIMS Hybrid 2021KOMPAS.COM/STANLY RAVEL Honda di IIMS Hybrid 2021
 

5. Mobil angkutan orang dengan kapasitas 10-15 orang termasuk pengemudi dan kapasitas mesin lebih dari 3.000-4.000 cc, berlaku tarif:
* 25 persen apabila menghasilkan emisi kurang dari 200 gram/km.
* 30 persen apabila menghasilkan emisi lebih besar atau sama dengan 200 gram/km.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com