JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberlakuan penghitungan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) berdasarkan emisi yang dihasilkan atau biasa dikenal carbon tax, resmi berlaku mulai, hari ini, Sabtu (16/10/2021).
Putusan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2019 tentang kendaraan kena PPnBM yang sudah diundangkan pada 16 Oktober 2021 dan berlaku dua tahun kemudian.
Beleid ini juga mengatur tentang pengenaan pajak baru turunan dari PPnBM pada kendaraan bermotor ramah emisi yang terbagi kendaraan listrik murni, fuel cell electric vehicle (FCEV), sampai plug-in hybrid (PHEV).
Baca juga: Tanpa Aturan Turunan Carbon Tax, Banderol LCGC Terancam Naik 15 Persen
"Bernar, diberlakukan sesuai dengan yang sudah diterbitkan (tak ada perubahan untuk penerapan PP No.74)," kata Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kemenperin Sony Sulaksono saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (15/10/2021).
Regulasi terkait mengubah aturan lama, yaitu PP Nomor 41 Tahun 2021 dan PP Nomor 22 Tahun 2021 yang mengatur pengenaan PPnBM pada kendaraan bermotor berdasarkan roda penggerak, mesin, dan bentuk bodi.
Melalui aturan yang baru, dipastikan pengenaan tarif PPnBM lebih adil karena tidak lagi melihat bentuk bodi. Sehingga, segmen sedan di RI diyakini mampu bersaing.
Namun, segmen Low Cost Green Car (LCGC) akan terkena kenaikan karena tidak lagi diberikan keistimewaan PPnBM 0 persen, menjadi 3 persen. Pembebasan PPnBM hanya diberikan untuk mobil listrik murni dan FCEV.
"Lewat aturan baru ini, dapat dilihat bahwa keberpihakan pemerintah dalam industri otomotif adalah pada kendaraan listrik. Semakin rendah emisi, maka lebih unggul pula (pajak lebih kecil)," ujar Sony.
Lebih rinci, berikut gambaran pengenaan tarif PPnBM berdasarkan gas emisi yang dihasilkan:
Baca juga: Peralihan Penggunaan Kendaraan Listrik Sebaiknya Berlangsung Alami
Kendaraan Bermesin Bensin di Bawah 3.000 cc
Semua jenis mobil yang kapasitas mesinnya di bawah 3.000 cc akan terkena tarif PPnBM sebesar 15 persen. Tetapi bila saat dites tingkat efisiensinya di atas 15,5 km per liter atau emisi CO2 di atas 150 gram per km, tarifnya akan semakin mahal.
Besaran tersebut naik 10 persen dari pemberlakuan PPnBM yang lama. Sehingga, mobil seperti Toyota Avanza, Daihatsu Rush, sampai Toyota Raize, dipastikan bakal naik harga.
Hal serupa juga berlaku untuk kendaraan yang berada di segmen LCGC, karena sampai saat ini belum ada turunan regulasi pengenaan tarif PPnBM-nya sebagaimana dijanjikan sebelumnya, yaitu 3 persen.
Belum lagi bila kendaraan terkait, ternyata efisiensinya hanya sanggup di rentang 11,5-15,5 km per liter atau tingkat CO2 di 150-200 gram per km, besaran PPnBM yang dikenakan menjadi 20 persen.
Beban PPnBM sebesar 25 persen akan dikenakan bila mobil berjenis ini hanya sanggup mencapai tingkat efisiensi BBM di 9,3-11,5 km per liter atau emisi CO2 di 200-250 gram per liter.
Besaran pengenaan PPnBM terbesar untuk kelas ini ialah 40 persen. Kondisinya, apabila efisiensi mobil di bawah 9,3 km per liter atau CO2 lebih dari 250 gram per liter.
Namun di beberapa model kendaraan tertentu, seperti Toyota Fortuner bensin harga jualnya akan lebih murah (dari 40 persen menjadi 25 persen) karena keluar dari kelompok mobil berkapasitas 2.500 cc.
Baca juga: Pemerintah Targetkan Ekspor Mobil Buatan Indonesia Tembus 1 Juta Unit
Kendaraan Bermesin Bensin 3.000 cc - 4.000 cc
Khusus mobil bermesin 3.000 cc sampai 4.000 cc, dikenakan PPnBM mulai dari 40 persen sampai 70 persen. Besaran ini tidak berubah banyak dibanding kebijakan sebelumnya.
Sedangkan mobil di atas 4.000 cc dikenakan tarif PPnBM 95 persen.
Kendaraan Bermesin Diesel di Bawah 3.000 cc
Serupa dengan mobil berbahan bakar minyak, kendaraan diesel juga akan mendapatkan penyesuaian tarif PPnBM. Di mana, tarif terendah sebesar 15 persen.
Tapi syaratnya, mobil terkait harus memiliki efisiensi bahan bakar tak lebih dari 17,5 km per liter atau tingkat emisi CO2 kurang dari 150 gram per km.
Bila melewati, akan dikenakan PPnBM sebesar 20 persen. Namun perlu diingat, batas efisiensi BBM-nya hanya 13-17,5 km per liter atau tingkat emisi CO2 di rentang 150-200 gram per km.
Sementara bagi mobil diesel yang efisiensinya berada di 9,3-11,5 km per liter atau CO2 lebih dari 200-250 gram per liter, akan dikenakan beban PPnBM 25 persen.
Angka tertingginya ialah 40 persen, bila konsumsi BBM mobil kurang dari 10,5 km per liter atau CO2 lebih dari 250 gram per liter.
Sehingga, berdasarkan skema ini harga mobil seperti Toyota Fortuner, Mitsubisi Pajero Sport, sampai Nissan Terra bisa lebih murah. Sebab di aturan yang lama, tarif PPnBM mereka ialah 40 persen.
Untuk diketahui, seluruh penentuan tingkat efisiensi dan emisi suatu kendaraan akan ditetapkan oleh Kementerian terkait setelah lakukan serangkaian uji.
Baca juga: Avanza-Xenia RWD Mulai Setop Produksi?
Dalam beleid yang sama, diatur pula pengenaan PPnBM pada mobil listrik. Besarannya cukup bervariasi, mulai dari 0 persen sampai 15 persen.
Namun menariknya terdapat perbedaan mencolok antara mobil hybrid, PHEV, mild hybrid dengan mobil listrik murni dan fuel cell. Pasalnya, model kendaraan tersebut berbeda golongan walau ramah lingkungan.
Secara rinci, mobil listrik murni dan FCEV dikenai PPnBM 15 persen dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) 0 persen dari harga jual. Jadi, dipastikan bahwa kendaraan terkait akan lebih murah.
Sementara PHEV dikenakan tarif PPnBM sebesar 15 persen dengan DPP sebesar 33,33 persen. Syaratnya, kapasitas mesin mobil di bawah 3.000 cc dengan tingkat efisiensi lebih dari 23 kilometer per liter atau CO2 kurang dari 100 gr per km.
Dasar pengenaan PPnBM sebesar 15 persen juga berlaku untuk mobil hibrida maksimal 3.000 cc dari 33,33 persen menjadi 46,66 persen dari harga jual.
Kriteria itu berlaku untuk mesin maksimal 3.000 cc dengan efisiensi 18,4-23 km per liter atau CO2 mulai dari 100 gram hingga 125 gram per km.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.