Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkat Kendaraan Listrik, Komoditas Nikel Indonesia Tambah Populer

Kompas.com - 11/10/2021, 17:01 WIB
Ruly Kurniawan,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Prospek komoditas nikel di Tanah Air diyakini masih cukup cerah, seiring perkembangan pengembangan kendaraan listrik alias electric vehicle (EV) nasional.

Pasalnya, nikel merupakan salah satu bahan baku penting dalam baterai kendaraan listrik. Sementara baterai, memegang lebih dari 40 persen dari total alokasi biaya produksi produk tersebut.

Demikian dikatakan oleh Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk (INCO) Febriany Eddy dalam diskusi virtual Indonesia Knowledge Forum (IKF) belum lama ini.

Baca juga: Jerman Mau Investasi Smelter Baterai Kendaraan Listrik di Indonesia

Menggunakan baterai jenis lithium-ion, Lexus UX 300e memiliki motor listrik berkapasitas 54,3 kilowatt per jam (kWh) yang dapat menghasilkan 201 horsepower dan torsi 300 Newton meter (Nm).DOK. LEXUS INDONESIA Menggunakan baterai jenis lithium-ion, Lexus UX 300e memiliki motor listrik berkapasitas 54,3 kilowatt per jam (kWh) yang dapat menghasilkan 201 horsepower dan torsi 300 Newton meter (Nm).

"Kenapa nikel menjadi perbincangan hangat? Karena nikel adalah logam yang bisa menyimpan energi dengan density paling tinggi. Secara spesifik, itu dibutuhkan untuk baterai mobil listrik," katanya.

Dia melanjutkan, saat ini proporsi kebutuhan nikel dunia untuk segmen EV memang masih kecil. Namun seiring dengan tuntutan perubahan iklim, ia meyakini kebutuhan nikel dunia untuk segmen mobil listrik akan meningkat pesat.

Kini, kebutuhan nikel untuk segmen mobil listrik hanya sekitar 100.000 ton sampai 200.000 ton. Ke depan, kebutuhan nikel untuk segmen mobil listrik diproyeksi menyentuh angka 1,7 juta ton.

“Jadi bisa dibayangkan berapa kali lipat kenaikannya. Bahkan pipeline proyek di dunia untuk nikel belum sanggup untuk memenuhi kebutuhan ini. Jadi, potensi permintaannya luar biasa,” kata Febriany.

Baca juga: Tren Penurunan Harga Baterai Terhambat, Mobil Listrik Belum Bisa Murah

Proses Peleburan Bijih Nikel di Smelter PT Vale Indonesia Tbk, Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi SelatanKOMPAS.com/Amran Amir Proses Peleburan Bijih Nikel di Smelter PT Vale Indonesia Tbk, Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan

Tentu, hal tersebut menjadi peluang bagi Indonesia sebagai salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar dunia, tak terkecuali bagi INCO.

Saat ini, INCO sedang membangun dua pabrik baru yang terletak di Bahodopi dan Pomalaa. Menggandeng dua korporasi asal China, pabrik Bahodopi diperuntukkan memproduksi nikel untuk kebutuhan baja.

Sementara untuk Smelter Pomalaa, INCO menggandeng perusahaan asal Jepang. Febriany mengatakan, produk olahan nikel yang dihasilkan di smelter ini cocok digunakan sebagai komponen mobil listrik.

INCO juga tengah mempelajari studi-studi pengolahan nikel lainnya, seiring dengan melimpahnya cadangan nikel perseroan. Salah satunya adalah rencana memproduksi limonite di Sorowako, yang merupakan salah satu komponen utama pembuatan baterai listrik.

Baca juga: Transisi Indonesia Menuju Kendaraan Listrik Butuh 15 Tahun

Ilustrasi baterai untuk mobil elektrifikasiSHUTTERSTOCK/ROMAN ZAIETS Ilustrasi baterai untuk mobil elektrifikasi

Adapun terkait perkembangan penjualan mobil listrik, menurut laporan The International Energy Agency (IEA), diprediksi trennya akan terus meningkat.

Pada 2030, penjualan global atas kendaraan terkait diperkirakan mencapai 22 juta unit atau naik 850,9 persen dibandingkan tahun 2020.

Kenaikan ini didukung oleh sejumlah faktor, mulai dari komitmen beberapa negara untuk mengurangi emisi karbon, serta ekspektasi tren penurunan harga mobil listrik di masa mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau