Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kendaraan Logistrik Memperburuk Kondisi Jalan dan Kemacetan Perkotaan

Kompas.com - 28/09/2021, 16:31 WIB
Stanly Ravel

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Tumbuhnya bisnis logistik yang membuat peredaran kendaraan barang makin masif, ternyata memberikan efek negatif di wilayah perkotaan.

Karena itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, mendorong dilakukanya pembenahan sistem logistik perkotaan di Indonesia yang juga berguna untuk menekan biayanya.

"Perlu dibentuk sistem logistik perkotaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi serta lebih ramah lingkuntan," ucap Budi dalam keterangan resminya di Webinar Membangun Logistik Perkotaan Berkelanjutan di Jabodetabek, Selasa (28/9/2021).

Budi mengatakan, ada sejumlah permasalahan terkait sistem logistik di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, biaya logistik 2020 di Indonesia menjadi yang termahal di kawasan ASEAN, yaitu mencapai 23,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan dari persentase tersebut sebanyak 8,5 persen disumbangkan oleh transportasi darat.

Baca juga: Berantas ODOL, Menhub Minta Perusahaan Logistik Terapkan SMK

Suasana lalu lintas di ruas Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (17/5/2021). Pada hari pertama kerja usai libur Lebaran, lalu lintas Jakarta kembali padat.KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Suasana lalu lintas di ruas Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (17/5/2021). Pada hari pertama kerja usai libur Lebaran, lalu lintas Jakarta kembali padat.

Selain itu, pertumbuhan layanan logistik dan kendaraan barang di daerah perkotaan juga ikut memperburuk kondisi jalan raya dan menciptakan kemacetan lalu lintas, serta berkontribusi pada kerusakan lingkungan perkotaan.

Tak hanya itu, berkat kemudahan dan manfaat yang ditawarkan melalui belanja online dari e-commerce, juga memicu dampak negatif pada kualitas hidup di perkotaan dengan adanya aktivitas-aktivitas logistik.

"Seperti tingginya mobilitas kendaraan di jalan raya perkotaan mulai angkutan motor hingga truk angkutan yang menimbulkan kemacetan lalu lintas dan juga adanya pelanggaran dimensi kendaraan angkutan barang," kata Budi.

Baca juga: Jangan Hanya Mengandalkan Jembatan Timbang untuk Jerat Truk ODOL

Angkutan barang di perkotaan juga memberikan kontribusi negatif dari sisi kebisingan, atau polusi suara di perkotaan. Sesuai kajian Alliance for Logistics Innovation through Collaboration in Europe (ALICE), angkutan barang di perkotaan menghasilkan emisi yang mencapai 25 persen CO2 dan 30-50 persen NOx serta beberapa partikel penyerta.

Lalu lintas kendaraan di Tol Dalam Kota Jakarta tampak padat pada jam pulang kerja di hari ketiga pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap dua, Rabu (16/9/2020). Pembatasan kendaraan bermotor melalui skema ganjil genap di berbagai ruas Ibu Kota resmi dicabut selama PSBB tahap dua.KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Lalu lintas kendaraan di Tol Dalam Kota Jakarta tampak padat pada jam pulang kerja di hari ketiga pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap dua, Rabu (16/9/2020). Pembatasan kendaraan bermotor melalui skema ganjil genap di berbagai ruas Ibu Kota resmi dicabut selama PSBB tahap dua.

"Perkembangan industri logistik terus mengalami perubahan tren dan teknologi yang semakin pesat, yang juga menimbulkan permasalahan baru. Hal ini perlu direspon dengan cepat oleh dunia industri dan para penyedia jasa logistik," ucap Budi.

Karena itu, Budi meminta seluruh pemangku kepentingan menciptakan sistem logistik perkotaan yang lebih baik. Jajarannya juga dituntut sigap menentukan kebijakan untuk memberikan rekomendasi positif, guna meningkatkan konektivitas logistik dan membantu memulihkan perekonomian dan juga untuk memperbaiki lingkungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau