Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Korban Larangan Mudik, Pemerintah Diminta Bantu Pengusaha Bus

Kompas.com - 28/04/2021, 09:02 WIB
Stanly Ravel

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah resmi melarang kegiatan mudik Lebaran mulai 6-17 Mei 2021 mendatang. Bahkan dari sekarang, proses pengetatan perjalanan sudah mulai diberlakukan.

Walau menjadi langkah pencegahan penularan Covid-19, namun di satu sisi larangan mudik menjadi badai bagi pengusaha transportasi, khusus darat, lantaran harus kembali merana karena tak bisa melakukan aktivitas bisnisnya yang sudah kritis sejak tahun lalu.

Menaggapi hal ini, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono mengatakan, pemerintah harus hadir bagi pengusaha transportasi dengan memberikan relaksasi atau kompensansi, serta bantuan langsung.

Baca juga: Pergi Keluar Kota Sebelum Larangan Mudik, Perlukah Bawa SIKM?

"Pelaku transportasi ini sudah terpuruk selama satu tahun, lalu makin terpuruk lagi dengan adanya larangan. Jadi saya mohon kepada pemerintah untuk pengusaha transportasi, terutama yang di jalan, agar diberikan kompensasi," ucap Agus dalam Dialog Publik Daring "Yuk Tidak Mudik", yang ditayangkan di kanal Youtube Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Selasa (27/4/2021).

Suasana Terminal Cicaheum Bandung terlihat sepi penumpang saat pandemi covid-19.KOMPAS.COM/AGIE PERMADI Suasana Terminal Cicaheum Bandung terlihat sepi penumpang saat pandemi covid-19.

Agus menjelaskan bentuk dari keringanan bagi pengusaha atau bus bisa beragam macam, salah satunya mungkin keringanan dalam hal pemberian pajak kendaraan selama satu tahun penuh. Selain itu juga pemberian kompensasi bagi kru atau karyawan.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ditjen Perhubungan Darat (@ditjen_hubdat)

Kedua relaksasi tersebut cukup wajar dilakukan pemerintah mengingat, para pengusaha bus juga memiliki tanggungan yang tentunya tak bisa semuanya dilakukan sendiri. Apalagi melihat dari ragam aspek kerugian sebelumnya.

"Pelaku usaha transpor ini sudah banyak meninggalkan rencana mudiknya, jadi kerugian besar. Ini jumlahnya juga tidak terlalu banyak, dibandingkan hasil survei Kemenhub yang masih mau mudik," ujar Agus.

Calon penumpang bersiap naik bus di Terminal Kalideres, Jakarta Barat, Jumat (24/4/2020). Presiden RI Joko Widodo memutuskan untuk melarang mudik lebaran 2020 di tengah pandemi COVID-19 mulai 24 April guna mencegah perluasan penyebaran COVID-19 di wilayah Indonesia.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Calon penumpang bersiap naik bus di Terminal Kalideres, Jakarta Barat, Jumat (24/4/2020). Presiden RI Joko Widodo memutuskan untuk melarang mudik lebaran 2020 di tengah pandemi COVID-19 mulai 24 April guna mencegah perluasan penyebaran COVID-19 di wilayah Indonesia.

"Mereka pelaku transportasi itu punya kru atau karyawan, dan juga punya keluarga. Harus diberikan kompensasi biaya langsung kepada mereka. Ini penting tidak bisa dibebankan semua hanya pada pengusahanya saja," kata Agus.

Baca juga: Larangan Mudik, Pintu Tol Karawang Barat dan Tanjungpura Dijaga Ketat

Lebih lanjut Agus menjelaskan, berdasarkan hitungan yang ada, untuk jumlah karyawan atau kru di sektor transportasi darat khusus yang terdampak akibat larangan mudik, totalnya mencapai 2 juta di Indonesia.

Bus AKAP PO Sinar JayaDUNIABIS.COM Bus AKAP PO Sinar Jaya

"Jadi mereka ini harus diselamatkan, kalau tidak mau bagaimana. Jadi meski hanya 14 hari (larangan mudik), tapi yang menjadi korban pertama ini ya mereka," ucap Agus.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau