Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Rekomendasi Pengembangan Kendaraan Listrik di Indonesia

Kompas.com - 20/12/2020, 17:01 WIB
Ruly Kurniawan,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewasa ini sejumlah persiapan tengah dilakukan pemerintah dalam upaya mempercepat era kendaraan listrik di Tanah Air sebagaimana amanat yang termaktub dalam Peraturan Presiden No.55 Tahun 2019.

Beberapa di antaranya, pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sebagai penggerak utama kendaraan, menetapkan peta jalan Indonesia 4.0, sampai menebar iming-iming insentif bagi pelaku industri.

Sejalan dengan hal ini, beragam diskusi yang melibatkan regulator, akademisi, ekonom, asosiasi industri, serta pelaku usaha pun telah digelar untuk menyeleraskan jalan meski dari berbagai sudut pandang.

Baca juga: 4 BUMN Gotong Royong Siapkan Pabrik Baterai Kendaraan Listrik

Ilustrasi proses charge mobil listrik Hyundai IoniqKOMPAS.com/Ruly Ilustrasi proses charge mobil listrik Hyundai Ioniq

Pertama, perlu adanya kolaborasi regulator dan pelaku industri. Sebab, berdasarkan Riset Frost & Sullivan, disebutkan 41 persen pengguna kendaraan di Indonesia akan beralih ke kendaraan listrik karena sudah menyadari manfaatnya dari sisi lingkungan dan kesehatan.

Namun untuk bisa menjaga dan mengembangkan minat tersebut, ada sejumlah tantangan yang harus diatasi antara lain harga yang relatif mahal, belum terciptanya ekosistem mobil listrik, sampai terbatasnya infrastruktur pendukung.

Baca juga: Tahun Depan Toyota Siap Produksi dan Ekspor Kendaraan Elektrifikasi

Pertamina resmikan SPKLU komersial pertamanya di FatmawatiPertamina Pertamina resmikan SPKLU komersial pertamanya di Fatmawati

Kedua, keselarasan kolaborasi antara kebijakan lintas instansi pemerintahan dan BUMN sebagai salah satu kunci suksesnya program kendaraan listrik nasional.

Khususnya, dalam menentukan prioritas capaian kendaraan ramah lingkungan terhadap penurunan emisi karbon dari sektor transportasi, efisiensi konsumsi BBM dan polusi noise/bising yang ditimbulkan oleh sektor transportasi.

Ketiga, insentif pajak untuk industri dan konsumen. Tingginya harga kendaraan listrik menghambat minat masyarakat untuk membeli mobil listrik.

Kondisi ini diakui oleh Taufiek Bawazier, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian dalam salah satu seri diskusi.

Untuk meningkatkan minat masyarakat, Kemenperin telah mengusulkan sejumlah insentif fiskal kepada Kementerian Keuangan, mulai dari diskon Pajak Penghasilan (PPh) produsen mobil listrik, sampai keringanan bea masuk bagi komponen yang masih diimpor.

Sementara bagi konsumen, Kemenperin juga mengusulkan diberikannya diskon pajak 0 persen untuk pembelian mobil listrik. Namun, sampai saat ini usulan tersebut belum disetujui.

Baca juga: Anomali Mobil Elektrifikasi di Tengah Pandemi

Perjalanan test drive jajaran mobil hybrid dan PHEV Toyota, dari Banyuwangi-Bali, 9-11 Oktober 2019.CUTENK Perjalanan test drive jajaran mobil hybrid dan PHEV Toyota, dari Banyuwangi-Bali, 9-11 Oktober 2019.

Menurut Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti, insentif diperlukan karena pandemi Covid-19 telah menekan produktivitas pelaku industri dan daya beli masyarakat.

Pigovian taxes bisa menjadi salah satu alat untuk mengkoreksi pasar dan memperbaiki kegagalan pasar. Efisiensi pasar tidak akan terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu kebijakan yang mengaturnya. Intervensi pemerintah digunakan untuk memberikan insentif dan disentif guna mencegah kegagalan pasar tersebut.

Keempat, diperlukannya mobil hibrida sebagai proses transisi ke kendaraan listrik murni. Sebab, menggunakan kendaraan listrik bertenaga baterai perlu proses edukasi dan sosialisasi.

Kemudian, pastikan juga kesiapan industri kecil dan menengah (IKM) sehingga meminimalisir terjadi shock market. Di samping itu, keikutsertaan industri pendukung skala kecil menengah bisa berdampak multiplier.

Baca juga: 5 Kebiasaan Baru dalam Berkendara Sepeda Motor

Menggunakan baterai jenis lithium-ion, Lexus UX 300e memiliki motor listrik berkapasitas 54,3 kilowatt per jam (kWh) yang dapat menghasilkan 201 horsepower dan torsi 300 Newton meter (Nm).DOK. LEXUS INDONESIA Menggunakan baterai jenis lithium-ion, Lexus UX 300e memiliki motor listrik berkapasitas 54,3 kilowatt per jam (kWh) yang dapat menghasilkan 201 horsepower dan torsi 300 Newton meter (Nm).

Gaikindo mencatat saat ini kapasitas produksi terpasang industri otomotif nasional mencapai 2,4 juta unit per tahun, sementara utilisasinya baru 54 persen atau 1,3 juta unit per tahun.

Dengan tingkat utilisasi itu, asosiasi memperkirakan ada penyerapan 1,5 juta tenaga kerja di sektor hulu sampai hilir industri otomotif dan pendukungnya yang umumnya IKM.

Keenam, transparansi kuota impor mobil listrik dan hibrida secara utuh alias completely built-up (CBU). Sehingga, bisa memberi peluang yang adil bagi semua pemain mobil listrik dalam negeri, serta tercipta persaingan usaha yang sehat dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi konsumen.

Terakhir, menggencarkan edukasi masyarakat dari berbagai aspek, baik ekonomi, sosial budaya, teknologi, kesehatan, serta lingkungan hidup. Hal ini diperlukan agar tercipta ekosistem yang sehat dan kuat dalam era elektrifikasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau