Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerhati Transportasi Kritik Aturan Ganjil Genap untuk Motor

Kompas.com - 08/06/2020, 10:12 WIB
Ruly Kurniawan,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana penerapan aturan ganjil-genap kepada pengguna sepeda motor di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB)  transisi DKI Jakarta mendapat, tanggapan positif dari pengamat transportasi.

Namun jika regulasi yang bertujuan untuk mengurai kepadatan lalu lintas ini banyak pengecualian, maka potensi pelanggarannya juga akan menjadi besar. Dengan kata lain, aturannya bisa jadi percuma.

"Harusnya aturan itu berlaku untuk semua, tidak pilih-pilih karena jika demikian hakikat pembatasan dari ganjil-genap sudah tidak ada. Saran saya, kalau memang dikecualikan, ya untuk yang prioritas saja," ujar Pengamat Transportasi Djoko Setijwarno kepada Kompas.com, Minggu (7/6/2020).

Baca juga: Kecuali Ojol, Aturan Ganjil Genap Bakal Berlaku untuk Motor Pribadi

Pengemudi ojek online menunggu penumpang di Kawasan Stasiun Sudirman, Jakarat Pusat, Rabu (11/3/2020). Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi menaikan tarif ojek online untuk zona 2 atau wilayah Jabodetabek pada 16 Maret 2020. Kemenhub memutuskan untuk menaikan tarif batas bawah (TBB) ojol sebesar Rp 250 per kilometer (km) menjadi Rp 2.250 per km, dari sebelumnya Rp 2.000 per km.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Pengemudi ojek online menunggu penumpang di Kawasan Stasiun Sudirman, Jakarat Pusat, Rabu (11/3/2020). Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi menaikan tarif ojek online untuk zona 2 atau wilayah Jabodetabek pada 16 Maret 2020. Kemenhub memutuskan untuk menaikan tarif batas bawah (TBB) ojol sebesar Rp 250 per kilometer (km) menjadi Rp 2.250 per km, dari sebelumnya Rp 2.000 per km.

Untuk diketahui, Pemprov DKI Jakarta melalui Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2020 memutuskan bahwa pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi akan dilakukan penyesuaian penggunaan dan ketentuan penggunaan transportasi.

Salah satunya, mengaktifkan kembali aturan ganjil genap di sejumlah ruas Ibu Kota. Namun, Pemprov DKI Jakarta berencana untuk membebaskan transportasi roda dua berbasis daring atau ojek online (ojol) dari aturan ganjil genap.

"Patut dipahami juga bahwa ini kita masih dalam masa pandemi virus corona (Covid-19), cukup riskan juga sebenarnya untuk memperbolehkan angkutan roda dua mengangkut penumpang orang. Sebab, protokol kesehatan itu jaga jarak minimal satu meter," ujar Djoko.

Baca juga: PSBB Transisi, Keluar Masuk Jakarta Wajib SIKM

Ilustrasi tilang pada pelanggar lalu lintas pengguna mobil di Jalan Gunung Sahari, Pademangan, Jakarta Utara yang, Selasa (10/9/2019)KOMPAS.COM/JIMMY RAMADHAN AZHARI Ilustrasi tilang pada pelanggar lalu lintas pengguna mobil di Jalan Gunung Sahari, Pademangan, Jakarta Utara yang, Selasa (10/9/2019)

"Mobil saja hanya boleh bawa penumpang penuh asal satu keluarga, transportasi dipangkas 50 persen penumpang agar jaga jarak fisik, tapi ini motor yang berboncengan berdekatan malah diizinkan meski beda alamat rumah," lanjut Djoko.

Selain itu, masalah pengecualian ojol bebas dari ganjil genap sendiri rawan dengan konflik kecemburuan dari pengguna motor pribadi. Terlebih, populasi motor yang beredar di Jakarta sangat banyak, akan jadi hal yang rumit bagi petugas untuk melakukan pengawasan.

Pada kesempatan sama, pria yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini menyampaikan bahwa, kebijakan ganjil genap sebaiknya tidak diterapkan selamanya.

Baca juga: Isi BBM di SPBU Pertamina, Pengendara Mobil Jangan Turun

Suasana lalu lintas di jalur Puncak, Kabupaten Bogor, Senin (1/6/2020). Petugas melakukan penyekatan di pos Rindu Alam yang berbatasan dengan wilayah Cianjur  untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 melalui aktivitas mudik masyarakat.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Suasana lalu lintas di jalur Puncak, Kabupaten Bogor, Senin (1/6/2020). Petugas melakukan penyekatan di pos Rindu Alam yang berbatasan dengan wilayah Cianjur untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 melalui aktivitas mudik masyarakat.

"Kita harus cepat mengadopsi konsep jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP). Polisi tentu tidak bisa menindak semua kendaraan yang melanggar, jadi ini diperlukan sehingga jalanan semakin tertib dan tak ada pelanggar," ujar Djoko.

Hal serupa diungkapkan Budiyanto, selaku pengamat masalah transportasi publik belum lama ini. Menurut dia, pemerintah sebaiknya melakukan kajian ulang terkait pengecualian pelaksanaan ganjil genap.

"Pada prinsipnya, saya setuju dengan motor diberlakukan ganjil genap. Tapi dengan adanya pengecualian, lebih baik dikaji lagi. Lagipula, populasi jumlah motor itu sangat banyak. Maka diperlukan kajian secara komperhensif baik dari aspek sosial, ekonomi, keamanan, dan sebagainya, serta sosialisasi," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau