JAKARTA, KOMPAS.com - Adanya perpanjangan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, membawa duka bagi pangusaha Angkutan Kota (Angkot). Pasalnya, dengan operasional yang dibatasi terus menerus, makin memperparah kondisi bisnis yang sudah kritis.
Shafruhan Sinungan, Ketua DPD Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta, mengatakan sejak awal pagebluk corona muncul, bisnis transportasi darat langsung merasakan dampak. Lalu, makin kacau lagi ketika PSBB diberlakukan.
"Kondisinnya saat ini yah begini, pengusaha angkot yang bangkrut dan gulung tikar sudah tambah banyak, kalau awal April masih beberapa sekarang sudah lebih lagi. Dampaknya apa, PHK di sektor angkot secara jumlah terus bertambah tiap hari," ujar Shafruhan kepada Kompas.com, Rabu (20/5/2020).
Baca juga: 10 Merek Terlaris April 2020, Mencoba Bertahan di Tengah Pandemi
"Jadi gini, angkot ini kan banyak jenisnya, ada mikrolet, taksi, bajaj, bus, dan lain sebagainya. Pegawai mereka yang sudah karyawan banyak di rumahkan atau gaji dibayar setengah, sementara pegawai yang sifatnya kontrak, sudah langsung diputus (PHK). Jumlahnya yang PHK sejauh ini sudah di atas 1.000-an," kata dia.
Shafruhan menjelaskan, di awal April dirinya sudah mengatakan ke pemerintah bila pengusaha angkutan umum, secara pendanaan cahsflow-nya hanya sanggup hingga dua bulan. Maka, lebih dari Juni, bila kondisinya berkepanjangan, akan makin banyak pengusaha yang bangkrut.
Kondisi tersebut, menurut Shafruhan, berlaku bagi pengusahan angkutan yang sifatnya sudah matang. Tapi bagi yang baru merintis atau menegah dengan hanya memiliki unit kurang dari 10, sudah pasti dari April kemarin gulung tikar alias bangkrut.
"Sudah dijabarkan kondisinya seperti apa saat April lalu, tapi ini terus begini tanpa ada kepastian kapan selesainya. Nah, dari sisi lain, pemerintah secara stimulus juga kurang, saya tidak bilang tidak ada, memang ada tapi tidak merata, itu kenyataanya," ucap Shafruhan.
Baca juga: PSBB Diperpanjang, Sanksi Pengendara yang Melanggar Makin Berat?
Dari segi cashflow yang dimiliki perusahaan angkutan, menurut Shafruhan itu bukan lagi untuk memikirkan masalah operasional, tapi lebih ke gaji dan cicilan ke leasing.
Karena meskipun masih bisa berjalan dengan keterbatasan, tapi dari segi demand memang sudah sangat senyap. Bila dipaksakan tetap beroperasi, yang ada perusahaan justru makin parah lantaran terbebani dengan pengeluaran BBM tanpa ada pemasukan.
"Saat ini untuk angkutan yang masi beroperasi secara jumlah sudah makin menurun. April kemaring saya bilan sisa 10 persen, 90 persen lainnya masuk kandang, kalau sekarang berkisar 5-7 persen saja," kata Shafruhan.
Stimulus
Bicara soal stimulus, Shafruhan mengatakan sudah memberikan gambaran kepada pemerintah mengenai relaksasi apa saja yang dibutuhkan bagi pengusaha angkutan umum agar bisa bangkit saat kondisi sudah pulih.
Baca juga: Bisnis Angkot Ambruk, Beberapa Sudah Gulung Tikar
Mulai insentif dari segi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), kir, pembiayaan, sampai peminjaman modal. Namun hal tersebut statusnya sampai dengan saat ini diklaim masih terus dalam pembahasan saja.
"BLT untuk karyawan memang suda ada, tapi bicara jujur banyak juga yang tidak dapat karena apa yang diberikan tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang ada," kata dia.
"Masalah relaksasi ini sudah dibicarakan, bahkan saya sampai mengusulkan adanya peminjaman modal dengan bunga ringan, tinggal tunggu bagaimana jadinya. Masalah terbesar saat ini adalah soal kepastian, kapan ini (Covid-19) akan selesai, selama tidak ada jawaban maka kami juga binggung harus bagaimana," ucap Shafruhan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.