Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M Wahab S
Pengamat F1 dan Otomotif Nasional

Komentator F1, penulis lepas, founder Forum Komunikasi Klub dan Komunitas Otomotif Indonesia (FK3O), Manager Operasional Shop & Drive PT Astra otoparts Tbk (1999 - 2001), General Manager PT Artha Puncak Semesta Indonesia. Akun twitter : @emwees.

kolom

Mendadak F1

Kompas.com - 01/03/2016, 13:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata
Saya bukan tipe orang yang gampang terharu. Tetapi, saat melihat Rio Haryanto duduk di seat Manor F1 beberapa saat menjelang tes resmi hari ketiga dimulai, seketika mata saya berkaca-kaca.

Tentu saja alasan aliran air mata saya bukan karena kesedihan, tetapi rasa terharu dan sangat bangga, akhirnya ada juga anak bangsa ini yang duduk di "kursi panas" setelah 65 tahun puncak balapan formula itu diselenggarakan.

Jadi, mengapa saya bisa begitu terharu? Saya berpikir bahwa Tuhan sedang memberikan ujian dan cobaan kepada bangsa Indonesia pada saat kondisi perekonomian Indonesia sedang terguncang karena pengaruh ekonomi global dan berbagai sektor perusahaan swasta atau BUMN di Indonesia sedang melakukan efisiensi di segala lini.

Stasiun TV lokal berpikir ulang untuk menayangkan F1 secara langsung karena dianggap terlalu mahal dan tidak seksi lagi buat sponsor, ditambah dominasi Mercedes GP yang bisa membuat fans bosan. Belum lagi bunyi engine F1 yang kehilangan lengkingan sejak musim balap 2014.

Cobaannya adalah memberikan kesempatan kepada Rio Haryanto berlaga di F1, seolah-olah Tuhan memberikan ujian dengan membuka sebuah “ladang amal”.

Awalnya saya pesimistis bahwa Rio Haryanto akan duduk di seat F1 sampai Manor F1 team benar-benar mengumumkan secara resmi di akun Twitter-nya.

Saya sendiri adalah salah satu penolak pemakaian APBN untuk mendukung Rio Haryanto di F1. Siapa pun yang sudah membantu Rio Haryanto mewujudkan mimpi ini harus kita apresiasi meski kita semua paham bahwa yang tidak sepaham juga tidak sedikit. Akan tetapi, tahukah bahwa potensi sehebat Rio Haryanto itu belum tentu muncul di setiap generasi?

Prestasi di GP2 dengan tiga kemenangan dan delapan podium selama tiga musim balap itu belum pernah dicapai oleh pebalap Indonesia sebelumnya.

Jadi, inilah prestasi tertinggi pebalap Indonesia yang berpotensi membuat Indonesia menjadi lebih terhormat di mata dunia.

Setelah target Indonesia mempunyai pebalap F1 tercapai, selanjutnya apakah yang harus dilakukan oleh Rio?

Manor bukanlah top team atau tim papan tengah sekalipun. Tetapi, sejarah mencatat bahwa karier pebalap juara dunia hampir semua dimulai dari tim papan bawah.

Kita tahu Ayrton Senna memulai kariernya dari Toleman Hart, Michael Schumacher memulai debutnya di Jordan Team, Fernando Alonso berawal dari menjadi pebalap Minardi, atau Kimi Raikkonen dan Sebastian Vettel merasakan tim Sauber sebagai awal kariernya.

Akan tetapi, Manor F1 telah memulai sesuatu yang baru dengan menggunakan mesin Mercedes. Mesin Mercedes telah mendominasi perolehan poin dalam dua musim terakhir.

Musim lalu, tim yang menggunakan mesin Mercedes memperoleh 1.174 poin dari 1.919 poin yang disediakan atau 61 persen poin di luar gelar juara dunia konstruktor dan pebalap.

Belum lagi ada back up yang cukup mumpuni di belakang Manor, di antaranya Nicolas Tombazis, pakar aerodinamika yang pernah malang melintang di Ferrari dan McLaren dan dipercaya menjadi chief aerodynamocist.

Pat Fry yang sempat membuat heboh saat melahirkan active suspension di McLaren direkrut oleh Manor F1 sebagai engineer consultant. Ada pula Dave Ryan, si jagoan strategi balapan, menjadi race director di tim Rio Haryanto.

Semua itu dilakukan demi mulusnya adaptasi engine baru dengan paket aerodinamika yang dirancang tim Manor F1.

Dari sisi Rio Haryanto, pengalaman tiga musim kompetitif terus-menerus di GP 2, defensive driving style, dan kesabaran Rio bisa jadi modal utama, bahkan Manor sengaja menyiapkan David Coulthard sebagai mentornya.

Jadi, hal yang wajib dilakukan Rio Haryanto hanya satu, kalahkan team mate-nya di Manor. Jangan bebani target Rio yang muluk-muluk.

Performance tim Manor F1 tidak bisa dibandingkan dengan tim papan atas. Dengan membandingkan Rio Haryanto dan team mate-nya Pascal Wehrlein, berarti kita membandingkan dengan kondisi yang sama, kondisi yang lebih fair.

Apabila Rio mempunyai performance lebih baik dari team mate-nya, bukan tidak mungkin tim papan tengah atau papan atas akan melirik potensi Rio Haryanto.

Cukup lama saya bermimpi Indonesia mempunyai wakil di ajang Formula 1 sehingga perasaan yang dalam itulah ternyata yang membuat air mata saya mengalir. Saya rela kembali menitikkan air mata melihat apa yang akan dilakukan oleh Rio Haryanto demi Merah Putih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com