JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian RI (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa saat ini pihaknya belum berencana untuk memberikan insentif terhadap pembelian mobil listrik berteknologi hibrida atau hybrid electric vehicle (HEV).
Artinya, sampai saat ini hanya kendaraan listrik berbasis baterai alias Battery Electric Vehicle (BEV) saja yang diberikan keringanan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen sehingga beban masyarakat tersisa 1 persen.
Meski begitu, mobil ramah lingkungan tersebut dikatakan bakal dibuat supaya lebih terjangkau lewat instrumen lain, seperti penyesuaian pajak yang berbasis emisi atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV).
"Mobil hybrid belum kita tetapkan untuk dapatkan insentif. Tetapi sebenarnya kita sudah memberikan insentif terhadap level dari emisi itu sendiri," kata Agus di sela-sela peresmian produksi dan ekspor All New Yaris Cross di Karawang, Jawa Barat, Selasa (13/6/2023).
"Seperti yang saya katakan tadi, ini yang akan dikembangkan. Jadi tidak lagi insentif berkaitan dengan cc (silinder), tapi berkaitan dengan level dari emisi kendaraan itu sendiri," lanjut Agus.
Kendati belum bisa mengungkapkan lebih rinci penyesuaian seperti apa yang hendak dilakukan oleh Kemenperin, tapi ia memastikan bukan memakai skema carbon tax.
Diketahui, sejumlah negara termasuk Thailand memberlakukan aturan carbon tax untuk mempercepat transisi penggunaan kendaraan listrik. Pada kebijakan tersebut, mobil yang tidak memenuhi kadar emisi tertentu diberi disinsentif.
Sementara khusus kendaraan yang memenuhinya, diberikan insentif berupa pengenaan pajak lebih rendah. Sehingga membuat harga kendaraan listrik di pasaran tidak jauh atau bahkan lebih murah dibanding mobil konvensional.
"Bukan, ini bukan carbon tax. Jadi kita bisa memberikan insentif dan peraturan harga kalau memang produk-produk yang mereka produksi itu sesuai dengan level emisi yang kita tetapkan," jelas Agus.
"Sebenarnya sama seperti program LCGC (Low Cost Green Car). Tapi ini akan kita perluas," tambah dia.
Untuk diketahui, Kemenperin sudah mengeluarkan regulasi mengenai LCEV di 2021 lalu melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 36 Tahun 2021.
Payung hukum tersebut merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 yang sudah diubah menjadi PP Nomor 74 Tahun 2021 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Dikenai PPnBM.
Melalui aturan itu, seluruh kendaraan rendah emisi resmi masuk dalam suatu kategori LCEV, yang mencakup LCGC, Full Hybrid Electric Vehicle, Mild Hybrid Electric Vehicle, Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), BEV, sampai Flexy Engine Vehicle, dan Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV).
Hanya saja untuk ketentuan dari kendaraan terkait tak berubah sesuai aturan masing-masing yang telah diresmikan sebelumnya. Termasuk soal tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Mobil hybrid misalnya, ketentuan atau spesifikasinya tetap mengacu Perpres Nomor 55/2009, di mana harus memiliki isi silinder maksimum 4.000 cc dan konsumsi BBM lebih dari 15,5 kpl untuk bensin atau 17,5 kpl bagi bermesin diesel.
Sementara soal pengenaan PPnBM mobil hybrid, tetap berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2021. Tarif pajaknya mulai dari 15 persen, 25 persen, dan 30 persen sesuai kapasitas silinder.
Adapun PKB tahunan mobil hybrid, masih sama seperti kendaraan roda empat konvensional yaitu 2 persen dari nilai jual.
https://otomotif.kompas.com/read/2023/06/14/070200015/tanpa-insentif-ini-upaya-menperin-buat-mobil-hybrid-lebih-murah