JAKARTA, KOMPAS.com – Pengguna jalan di Indonesia masih saja ada yang agresif. Misalnya seperti menyalip lewati marka jalan tidak putus, di belokan dan menyerobot antrean ketika macet.
Menurut Marcell Kurniawan, Training Director The Real Driving, pengemudi yang agresif di jalan sebenarnya tahu apa risiko dari perbuatannya, misalnya bisa menyebabkan kecelakaan, tapi mereka enggak peduli.
“Mereka enggak peduli dengan keselamatan dirinya dan orang lain. Lalu ada juga orang yang suka ambil risiko atau adrenaline junkie namun salah lokasi, harusnya di sirkuit, malah di jalan umum,” kata Marcell kepada Kompas.com Sabtu (22/4/2021).
Selain tidak peduli dengan keselamatan, ada juga yang disebabkan kondisi mental yang stres serta emosi tidak stabil. Misalnya seperti stres karena dikejar waktu atau punya masalah keluarga.
Bisa dibilang, pengemudi agresif seperti itu juga tidak punya empati. Hal ini disebabkan sulitnya untuk berbagi dengan pengguna jalan lain. Menurut Marcell, mengajarkan empati di jalanan bisa dilakukan lewat pendidikan.
“Sebelum seseorang aktif mengemudi, wajib diedukasi tentang attitude yang tepat di jalan raya,” ucap Marcell.
Selain itu, sistem merit yang ada di SIM seharusnya bisa diterapkan, sehingga jika melanggar aturan, akan mendapatkan pengurangan poin yang berdampak dengan pencabutan SIM atau uji ulang.
Bisa dilihat, pada bagian belakang SIM tertulis kalau pelanggaran lalu lintas oleh pengemudi diberi bobot nilai dengan pencatatan pada pangkalan data Polri dengan beberapa kategori. Jika poinnya melebihi 12, SIM dapat dicabut sementara dan atau dilakukan uji ulang saat perpanjangan SIM.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/05/22/132200815/pengemudi-agresif-sama-sekali-tak-peduli-keselamatan