JAKARTA, KOMPAS.com - Saat ini banyak polisi tidur yang dibuat warga tidak memenuhi kaidah yang seharusnya. Bentuk dan spesifikasinya asal, kadang terlalu kecil atau besar sekali.
Jusri Pulubuhu, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), mengatakan, tak jarang pembuatan polisi tidur terutama di kompleks karena dilandasi rasa tidak suka.
"Kalau dia lihat depan rumahnya ramai motor dan kalau ada kecelakaan orang langsung pakai polisi tidur tanpa membicarakan dengan berwenang. Paling hanya setingkat RT," kata Jusri kepada Kompas.com, Jumat (9/4/2021).
Bahkan bisa terjadi pembuatan polisi tidur tidak berkoordinasi dengan pihak lain.
"Ada kalanya bahkan tidak bilang ke RT, karena dia oknum dan berkekuatan, anggota ormas atau badannya besar. Sehingga penerapan pembuatan polisi tidur saat ini kacau balau," kata Jusri.
Pegiat road safety ini mengatakan, hal tersebut terjadi bukan hanya karena kesadaran masyarakat yang kurang. Tapi karena sosialiasi pemerintah yang kurang jelas dari atas ke bawah.
"Kadang pemerintah juga salah dalam hal ini, sebab izinnya (kalau mau buat polisi tidur) ke mana, sebab yang buat itu siapa izinnya siapa?," kata Jusri.
"Speed bump ini sama seperti rambu lalu lintas atau marka jalan, yang buat siapa yang mengajukan siapa, semuanya ada di bawah perhubungan. Tapi dalam hal ini pengajuannya kadang RT, ke Pemda, ke polisi juga salah. Harusnya ke Dinas Perhubungan," katanya.
"Polisi saja minta tambah rambu-rambu izinnya ke Dinas Perhubungan. Polisi domainnya adalah penegakan hukum. Soal rekayasa lalu lintas dengan aturannya di perhubungan seperti rambu-rambu, tapi pengaturnya polisi," katanya.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/04/11/191100115/banyak-polisi-tidur-ngawur-karena-izin-salah-sasaran