Etika Menyalakan Lampu Kabut

KLATEN, KOMPAS.com - Mobil keluaran pabrikan saat ini rata-rata sudah dilengkapi oleh fog lamp (lampu kabut) sebagai fitur standar. Kedua lampu ini biasanya terletak di bagian bawah bumper depan dengan intensitas cahaya lebih terang.

Sesuai dengan namanya, lampu tersebut berfungsi menembus tebalnya kabut atau ketika hujan deras. Sehingga pengemudi disarankan hanya menyalakannya saat dibutuhkan.

Jusri Pulubuhu, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) mengatakan, banyak masyarakat salah mengartikan fungsi lampu kabut.

Baca juga: Cara Halau Silau Lampu Mobil dari Arah Berlawanan Saat Berkendara

Dok. TikTok @gillll06_ Video viral di media sosial yang memperlihatkan lampu kabut mobil terbakar

Kebanyakan pemilik kendaraan malah menganggap fog lamp sebagai aksesoris dan ini merupakan kesalahan yang sudah mendarah daging, karena tidak sesuai dengan fungsinya

“Fog lamp seharusnya tidak digunakan setiap saat seperti menggunakan lampu utama. Sebab, bias cahaya yang dihasilkan memiliki intensitas tinggi sehingga bisa mengganggu visibilitas pengendara lain di sekitarnya,” ucap Jusri kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.

Aturan operasional tersebut, berhubungan dengan larangan memodifikasi lampu utama dengan lampu yang lebih terang melebihi batas toleransi karena dapat mengganggu jarak pandang pengguna jalan lain.

Baca juga: Memodifikasi Lampu Mobil Sama Dengan Gagal Paham Keselamatan

“Boleh mengganti asal sesuai standar pabrikan, yakni dengan kekuatan menyala 4.300 K (Kelvin) atau batas toleransi yang mencapai 5.000 K,” ucap Jusri.

Saat mengganti lampu utama, Jusri mengatakan, kebanyakan orang suka memilih yang lebih terang yakni dengan high intensity discharge (HID), tanpa menyadari sudah melebihi ambang batas intensitas cahaya lampu mobil.

Jadi, ada batasan menyalakan lampu kabut yakni terkait intensitas cahaya yang lebih terang daripada lampu lainnya termasuk lampu utama.