Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapan BYD Soal Baterai LFP yang Dibahas di Debat Cawapres

Kompas.com - 24/01/2024, 06:22 WIB
Ruly Kurniawan,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Produsen kendaraan listrik asal China, Build Your Dream (BYD) menanggapi soal penggunaan lithium ferro phosphate (LFP) yang ramai dibahas dalam debat calon wakil presiden keempat yang digelar pada Minggu (21/1/2024) kemarin.

Topik baterai LFP dilontarkan cawapres nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka, yang bertanya pada cawapres nomor urut satu Muhaimin Iskandar, di mana tim suksesnya kerap bicara soal keunggulan baterai LFP.

Sebab baterai LFP tidak membutuhkan nikel. Sedangkan Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Sehingga kalau terus-terusan mendukung LFP maka justru bisa berdampak pada daya saing Indonesia.

Baca juga: Banyak Kecelakaan, Jangan Tergiur Bus Pariwisata Harga Murah

Line Up Mobil Listrik BYD di Indonesia yakni Atto 3, Dolphin, dan Seal.Kompas.com/Adityo Wisnu Line Up Mobil Listrik BYD di Indonesia yakni Atto 3, Dolphin, dan Seal.

Sementara BYD sebagai pabrikan mobil listrik terlaris dunia periode 2023 memakai jenis baterai LFP di semua produk model, termasuk yang dibawa ke Indonesia yakni Atto 3, Dolphin, dan Seal.

Luther T Pandjaitan, Head of Marketing PT BYD Motor Indonesia, menyebut bahwa penggunan LFP pada mobil listrik perusahaan karena dianggap lebih aman ketimbang baterai berbasis nikel.

Simpulan tersebut diperoleh setelah BYD global melakukan pengujian yang komperhensif, termasuk ketika mobil dipakai sebagai kendaraan harian di cuaca ekstrem.

"Sampai saat ini, menurut riset kami, LFP masih menjadi salah satu baterai yang paling aman. Sudut pandang kita ialah keamanan konsumen," kata dia di BSD, Tangerang, Selasa (22/1/2024).

Baca juga: Sebelum Bikin SIM, Remaja Dianjurkan Ikut Sekolah Mengemudi

BYD akan memasuki pasar mobil listrik di Indonesia tahun depan. Perusahaan mengklaim punya keunggulan teknologi dibanding rival lain asal China.Foto: BYD BYD akan memasuki pasar mobil listrik di Indonesia tahun depan. Perusahaan mengklaim punya keunggulan teknologi dibanding rival lain asal China.

"LFP memiliki satu tingkat probabilitas dan posibilitas untuk mencapai heat (panas) tertentu yang sangat rendah dibandingkan jenis baterai mobil lain," tambahnya.

Namun, bukan berarti BYD anti menggunakan baterai berbasis nikel. Sebab semua kemungkinan masih terbuka lebar asalkan bisa memberi keuntungan kepada para pengguna.

Sayangnya dalam kesempatan itu, Luther tidak bisa memberikan informasi lebih jauh mengenai nikel dan LFP.

"Sebab BYD Indonesia dimulai dari distribusi prinsipal, kita fokus dulu pada aspek penjualan. Mengenai pasokkan bahan baku (seperti nikel), akan ada sumber yang tepat. Tapi balik lagi, sudut pandang kita adalah keamanan," ucap Luther.

Sebelumnya, General Manager BYD Asia-Pacific Liu Xueliang mengatakan, bahwa pihak prinsipal mengerti bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya atas nikel dan berupaya melakukan hilirisasi berbasis bahan baku itu.

Baca juga: Mengenal Baterai LFP yang Dibahas di Debat Cawapres

Neta V. Dok. Neta Neta V.

Tetapi untuk menggunakan baterai berbasis nikel untuk kendaraan miliknya, dibutuhkan berbagai studi dahulu termasuk analisa pasar.

"Kami mengetahui Indonesia memiliki banyak nikel dan BYD mengupyakan supaya bisa menggunakan sumber bahan baku nikel di Indonesia," kata dia ketika konferensi pers di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Kamis (18/1/2024) lalu.

Selain BYD, beberapa pabrikan China juga menggunakan baterai LFP pada produk kendaraan listriknya. Mulai dari Wuling Air ev, Wuling Bingou EV, MG 4 EV, MG ZS EV, hingga Neta V.

BYD juga diketahui memasok baterai LFP ke produsen mobil listrik Amerika Serikat, Tesla. Salah satunya digunakan Tesla untuk Model Y.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com