JAKARTA, KOMPAS.com - Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) terbaru, bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium akan tetap dipasarkan di Indonesia. Padahal, pemerintah juga yang memiliki rencana untuk mengurangi emisi gas buang.
Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPBB (Komite Penghapusan Bensin Bertimbal), mengatakan, bahan bakar yang tidak ramah lingkungan akan memicu tingginya emisi dari kendaraan bermotor.
Baca juga: Sesuai Perpres Terbaru, Premium Tetap Dijual di Seluruh Indonesia
"Nah, bahan bakar yang tidak ramah lingkungan ini, antara lain Premium, Pertalite, Solar 48 (solar bersubsidi), dan Solar Dexlite," ujar pria yang akrab disapa Puput tersebut, kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Puput menambahkan, bahan bakar tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan mesin teknologi kendaraan bermotor sekarang ini. Sebab, sejak 2007, kendaraan bermotor sudah mengadopsi standar Euro 2.
"Kualitas bahan bakar yang buruk menjadi penghambat penerapan teknologi canggih kendaraan bermotor yang rendah emisi," kata Puput.
Baca juga: Jika Premium Jadi Dihapus, YLKI Usulkan Subsidi Harga BBM Pertamax
Puput mengatakan, kendaraan kecil sekelas sepeda motor matik berkapasitas 110 cc, memiliki rasio kompresi 9,2:1. Mobil murah atau LCGC, juga MPV kelas 1.500 cc ke bawah, memiliki rasio kompresi 10:1. Sementara mobil kelas menengah dan mewah, rasio kompresinya mulai dari 11:1 hingga 12:1.
"Kendaraan dengan rasio kompresi 9:1 membutuhkan bensin dengan RON minimal 91. Sedangkan kendaraan dengan rasio kompresi 10:1 ke atas, membutuhkan bensin dengan RON minimal 95," ujar Puput.
Jika kendaraan zaman sekarang dipaksa menenggak Premium yang memiliki RON 88, memang tetap bisa beroperasi, tapi akan memiliki efek samping pada mesin.
Suparna, Kepala Bengkel Auto2000 Cilandak, Jakarta Selatan, mengatakan, mobil dengan kompresi tinggi tentu membutuhkan bahan bakar oktan tinggi. Jika tidak, maka proses pembakarannya menjadi tak sempurna.
"Kalau pakai BBM oktan rendah, proses pembakarannya akan lebih dini, sehingga mesin akan mengalami detonasi atau istilah lainnya mesin ngelitik (knocking). Jika itu terjadi maka tenaga berkurang dan pengemudi menginjak pedal gas harus lebih dalam," kata Suprana, kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Suprana menambahkan, BBM dengan oktan tinggi tidak mudah terbakar seperti oktan rendah yang membuat proses pembakarannya sempurna. Tapi, perlu diingat, itu hanya berlaku pada mobil zaman sekarang yang rasio kompresinya sudah tinggi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.