Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penumpang Sepi, Organda Minta Kelonggaran Izin Keluar Masuk Jakarta

Kompas.com - 25/06/2020, 15:11 WIB
Stanly Ravel,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Adanya kelonggaran di masa transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ternyata tak serta merta membuat penumpang angkutan umum di sektor darat untuk wilayah DKI mengalami penambahan. Justru dari segi statistik diklaim masih jauh dari ramai.

Selain karena belum adanya aturan ganjil genap yang kembali diberlakukan, salah satu yang menjadi ganjalan roda bisnis moda transportasi juga adanya regulasi surat izin keluar masuk (SIKM) yang diterapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Menurut Safruhan Sinungan, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta, adanya SIKM bagi masyarkat yang ingin datang atau pergi dari wilayah Jakarta menjadi salah satu kendala yang sangat dirasakan oleh operator bus antar kota antar provinsi (AKAP).

Baca juga: PSBB Transisi, Transportasi Umum Masih Sepi Penumpang

Petugas gabungan memeriksa kendaraan di gerbang tol Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (28/5/2020). Selama operasi pemeriksaan kepada masyarakat dari luar Jabodetabek yang ingin masuk ke Jakarta diharuskan menunjukkan SIKM, berdasarkan peraturan gubernur (Pergub) Nomor 47 Tahun 2020 yang mewajibkan membawa SIKM sebagai syarat memasuki wilayah Jakarta.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Petugas gabungan memeriksa kendaraan di gerbang tol Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (28/5/2020). Selama operasi pemeriksaan kepada masyarakat dari luar Jabodetabek yang ingin masuk ke Jakarta diharuskan menunjukkan SIKM, berdasarkan peraturan gubernur (Pergub) Nomor 47 Tahun 2020 yang mewajibkan membawa SIKM sebagai syarat memasuki wilayah Jakarta.

"Masalah SIKM ini kami sudah koordinasikan dengan Pemprov, dalam hal ini kami bertemu dengan Kepala Dinas Perhubungan dan Gubernur juga. Kami sampaikan bila SIKM dengan syaratnya bisa menghambat pertumbuhan penumpang," kata Safruhan kepada Kompas.com, Rabu (24/6/2020).

Safruhan menjelaskan kebanyakan masyarakat keberatan untuk membuat SIKM, terutama bagi yang dari daerah atau luar Jabodetabek. Selain karena dianggap rumit, beberapa persyaratannya pun diklaim memberatkan lantaran harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit.

Ambil contoh untuk keterangan rapid test Covid-19, paling sedikit masyarakat harus mengeluarkan dana antara Rp 300.000 hingga Rp 500.000, sementara di sisi lain, masyarakat tetap harus membeli tiket bus yang kisaran harganya juga sama.

Tidak hanya itu saja, hal lain yang harus diperhatikan oleh pemerintah juga soal masalah adanya keterbatasan informasi dan teknologi yang dimiliki masyarakat di daerah.

Baca juga: Inovasi Kabin Bus untuk Kenormalan Baru

"Intinya seperti itu masalahnya, jadi meskipun kuota penumpang AKAP ini ditambah, kenyataanya sepi-sepi juga. Karena itu kami sudah bicarakan hal ini ke Pemprov dan mungkin nantinya soal aturan SIKM ini bisa diperlunak," ucap Safruhan.

Sejumlah bus diputar balik melalui Gerbang Tol Karawang Barat pada Senin (1/6/2020). Kendaraan tersebut diputar balik lantaran pengendara tak dapat menunjukkan SIKM DKI Jakarta.KOMPAS.COM/FARIDA Sejumlah bus diputar balik melalui Gerbang Tol Karawang Barat pada Senin (1/6/2020). Kendaraan tersebut diputar balik lantaran pengendara tak dapat menunjukkan SIKM DKI Jakarta.

"Jadi yang kami minta bukan SIKM dihapus, melainkan syarat dan kebijakannya yang dibuat lebih mudah. Contoh, mungkin bisa digantikan dengan surat keterangan dokter tapi dengan jaminan berasal dari rumah sakit yang terpercaya khusus bagi daerah yang statusnya zona hijau," kata dia.

Safruhan menyadari adanya SIKM dibutuhkan untuk menjamin kondisi atau status kasus Covid-19 di Jakarta tak lagi mengalamai peningkatan. Karena itu, dia juga akan meminta pihak operator tetap patuh pada regulasi yang berlaku bila nanti SIKM bisa sedikit dilonggarkan.

Baca juga: Ganjil Genap Jakarta Tinggal Tunggu Tanggal Main

Calon penumpang bersiap naik bus di Terminal Kalideres, Jakarta Barat, Jumat (24/4/2020). Presiden RI Joko Widodo memutuskan untuk melarang mudik lebaran 2020 di tengah pandemi COVID-19 mulai 24 April guna mencegah perluasan penyebaran COVID-19 di wilayah Indonesia.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Calon penumpang bersiap naik bus di Terminal Kalideres, Jakarta Barat, Jumat (24/4/2020). Presiden RI Joko Widodo memutuskan untuk melarang mudik lebaran 2020 di tengah pandemi COVID-19 mulai 24 April guna mencegah perluasan penyebaran COVID-19 di wilayah Indonesia.

"Operator kita minta patuh, minimal mereka menjamin awaknya itu sehat dan sudah rapid test. Lalu penumpang yang dari daerah, kita minta mereka benar-benar didata dan dilaporkan, dengan begitu kalau terjadi apa-apa akan mudah juga untuk dipatau," kata Safruhan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau