JAKARTA, KOMPAS.com - Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta mengaku siap beroperasi di era new normal.
Namun demikian, dibutuhkan perhatian lebih dari pemerintah untuk memberikan stimulus guna mendorong laju bisnis karena adanya pembatasan imbas protokol kesehatan.
Keterbatasan yang dimaksud akibat penerapan physical distancing yang membuat kapasitas penumpang harus dipangkas 50 persen. Akibatnya, hal tersebut akan berimbas pada biaya operasional yang sulit untuk ditutupi.
Baca juga: Nasib Ganjil Genap Jakarta Usai PSBB Belum Putus
Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, meski ada opsi untuk kenaikan tarif angkutan kota, tapi hal tersebut dirasa tidak relevan lantaran kondisi masyarakat yang juga sedang sulit.
"Harusnya tidak dibebankan ke masyarakat dengan tarif yang naik. Belum tentu dengan kenaikan juga bisa menyokong operasional karena kita tahu jumlah penumpang transportasi sejak Covid-19 ini sudah sangat-sangat sepi," ucap Shafruhan saat dihubungi Kompas.com, Rabu (3/6/2020).
Menurut Shafruhan, harusnya ada kebijakan stimulus berupa subsidi yang diberikan pemerintah pusat. Contohnya bisa mengambil konsep yang diterapkan Pemprov DKI melalui sistem JakLingko dengan Transjakarta.
Dengan memberikan public service obligation (PSO) melalui skema buy the service, perusahaan transportasi dalam hal ini angkutan kota (Angkot), akan lebih fokus memberikan jasa layanan tanpa mengkawatirkan masalah operasional lantaran jasa operasionalnya sudah ditanggung oleh pemerintah.
Baca juga: Dilema Pengusaha Angkutan Umum di Jakarta jika Beroperasi Lagi
"Dengan memberikan PSO, artinya transportasi ini akan bisa jalan dengan mudah dan harga yang terjangkau. Tapi tanpa itu, yang mau mulai beroperasi lagi saja sudah mikir duluan, apakan ada penumpangnya, apakah bisa nutup operasional dan setoran," kata Shafruhan.
Terkait soal protokol kesehatan, selain membatasi penumpang nantinya akan diwajibkan pola pembayaran non-tunai, terutama pada armada JakLingko. Kondisi ini penting untuk menghindari paparan Covid-19 melewati media uang tunai.
Shafruhan mengatakan untuk angkot lainnya, tentu metode pembayaran non-tunai akan sangat sulit diterapkah. Faktor utamanya karena mahalnya membangun infrastuktur dan tak mungkin bila dilakukan sendiri-sendiri.
Baca juga: Alasan Keluar Masuk Jakarta Masih Wajib SIKM Setelah 7 Juni
Karena itu, diharapkan pemerintah dalam hal ini Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) bisa memberikan PSO. Dengan begitu nantinya juga akan tercipta layanan transportasi yang lebih baik bagi masyarakat.
"Wilayah Jabodetabek angkutan seharusnya sudah seperti itu (JakLingko), tidak ada lagi bayar tunai di new normal. Kita harap BPTJ sebagai regulator ikut memberikan dukungan yang menjadi pintu juga untuk memberikan transportasi murah bagi masyarakat," kata Shafruhan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.