JAKARTA, KOMPAS.com - Belum lama ini kembali terjadi tabrakan maut di Perumahan Lippo Karawaci, Tangerang, yang menewaskan seorang pejalan kaki, Minggu (29/03/2020)
Pelaku yang mengendarai Honda Brio ini rupanya mengemudikan mobil dalam keadaan mabuk.
Tidak hanya itu saja, bahkan ia sedang menggunakan ponsel untuk melakukan chatting atau berbalas pesan singkat sesaat sebelum kehilangan kendali.
Terkait kejadian ini Training Director Safety Defensive Consultant, Sony Susmana, angkat bicara. Pengemudi harus paham, ketika mabuk, kendali penuh dirinya ada di alkohol tersebut.
“Mabuk ketika mengemudi akan membuat tidak fokus, pandangan mata tidak terarah. Jangankan untuk mengontrol kendaraan, menjaga keseimbangan diri sendiri saja tidak bisa. Sehingga ketika pengemudi harus mengambil keputusan responnya akan sangat lambat,” ujar Sony kepada Kompas.com, Rabu (01/04/2020).
Baca juga: Tren Baru di Tengah Corona, Keliling Jakarta Tanpa Keluar Kabin Mobil
Ketika mengemudi butuh kewaspadaan yang tinggi, fokus pengemudi harus 100 persen berada pada kendaraan.
Pengemudi harus paham saat dalam mengonsumsi alkohol sedikit atau banyak tetap akan membuat mabuk, seharusnya sadar dan mengambil keputusan untuk tidak mengemudi.
“Saat pengemudi dalam keadaan mabuk dan memutuskan untuk mengendarai kendaraan, artinya ia sudah melanggar UU lalu lintas pasal 311, dan kalau sampai ada nyawa yang hilang harusnya dikenakan lagi pasal pembunuhan berencana, 340. Kenapa? Karena yang bersangkutan sudah paham risikonya, namun tetap melakukan hal tersebut,” kata Sony.
Faktanya, sampai saat ini masih banyak pengemudi yang masih nekat untuk berkendara ketika mabuk. Alih-alih memilih untuk tidak mengemudi, justru malah mencari cara dan mengonsumsi makanan atau minuman yang dapat mempercepat berkurangnya kadar alkohol dari dalam tubuh.
Baca juga: Social Distancing pada Penumpang Ojol Wajib Utamakan Selamat
Dokter Rumah Sakit Al-Huda, Febrina Sugianto, mengatakan, asumsi masyarakat selama ini tentang makanan atau minuman yang dapat mempercepat berkurangnya kadar alkohol banyak yang keliru.
“Yang perlu diketahui, air kelapa atau susu steril, yang selama ini dianggap bisa mengurangi kadar alkohol itu salah. Kadar alkohol dalam tubuh bisa hilang dengan glukosa dan air mineral. Namun untuk waktu kesadarannya pada setiap orang berbeda-beda,” ujar Febrina.
Febrina menegaskan, setelah mengonsumsi glukosa atau air mineral juga tidak akan langsung bisa sadar 100 persen. Hal tersebut hanya membantu untuk mengurangi kadar alkohol dalam tubuh.
“Ada orang yang hanya mengonsumsi minuman yang kandungan alkoholnya hanya 5 persen bisa sampai mabuk hingga hilang kesadaran. Hal tersebut bisa terjadi karena tresshold (ambang batas) seseorang yang berbeda-beda,” kata Febrina.
Oleh sebab itu, pengemudi harus bersikap bijak dan sadar akan bahaya yang mengintai jika menyetir dalam keadaan mabuk, karena akan menyebabkan fatality yang bisa menghilangkan nyawa orang lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.