KOMPAS.com - Seorang perempuan Malaysia yang tengah mengandung terlibat kecelakaan saat berkendara dalam kecepatan 30 km/jam dengan sedan kecilnya.
Berita lama yang dilaporkan situs Paultan pada Juli 2014 lalu ini patut dicermati para pengendara mobil di Tanah Ar. Pasalnya, perempuan berusia 42 tahun itu meninggal dunia, tetapi dengan catatan yang janggal.
Kematiannya bukan disebabkan oleh benturan, melainkan karena potongan logam yang terpental dari airbag sehingga menyobek lehernya.
Kasus ini pada akhirnya menambah daftar kecelakaan dengan sebab yang sama, yakni akibat pecahan logam dari airbag buatan Takata.
"Seperti bisa diketahui, korban-korban tersebut terkena lontaran atau tusukan, menurut polisi yang menangani kejadian-kejadian ini," demikian rangkuman yang disebutkan CNN Money pada Juni 2015 lalu.
Penyebab pecahan logam
Setidaknya sudah 180 orang menjadi korban dan 18 orang meninggal di seluruh dunia karena problem yang sama, menurut Reuters dalam salah satu artikelnya pada 28 Juli 2017.
Pecahan logam itu sendiri berasal dari inflator atau peletup yang sebenarnya berfungsi untuk memberikan tekanan udara agar airbag mengembang.
Baca: Setidaknya, Sudah Satu Stadion Orang Selamat gara-gara "Airbag"
Apakah tekanan udara menyebabkan logam inflator pecah? Hal inilah yang sempat menjadi wacana kala banyak produsen meminta para pemillik mobil mendatangi bengkel resmi untuk perbaikan.
Baca: Perlu Tahu, Takata Suplai Airbag Honda, Toyota, Mercy, sampai Ferrari
Soal penyebab, Takata dalam keterangan resminya masih berpegang pada langkah bahwa mereka masih melakukan penelitian penyebab kerusakan airbag dengan melibatkan sejumlah ahli.
Mereka pun sudah mengambil sejumlah langkah, seperti menggenjot produksi inflator pengganti, membuat panel untuk kasus ini, dan mengadakan kampanye.
Baca: Menilik Cerita "Airbag" Takata yang Celakakan Ratusan Orang
Takata, dikutip Reuters, pernah mengatakan bahwa ada kesalahan penanganan dan penempatan bahan kimia yang berfungsi sebagai propelan atau peletup dalam proses perakitan airbag mereka di Meksiko.
Pada akhirnya, kesalahan pada pemasangan sil itu menyebabkan bagian metal atau logam pada inflator airbag meletup tiba-tiba karena tekanan di dalamnya.
Akan tetapi, tudingan bahwa penyebab penggunaan campuran zat itu—yang kemudian dikombinasikan untuk menjadi propelan atau peletup—dibantah oleh Takata dalam rilis resminya pada September 2016.
“PSAN bukanlah akar dari permasalahan, di samping bahwa Honda pada tahap pertama tidak mengujinya dalam tekanan puncak," ujar Takata.
Sekalipun demikian, penelusuran New York Times dalam "A Cheaper Airbag, and Takata’s Road to a Deadly Crisis" kemudian membuka informasi baru dari pekerja di produsen airbag Autoliv.
Autoliv yang sebelumnya menjadi pemasok airbag untuk mobil keluaran General Motors mendapat tantangan untuk membuat airbag 30 persen lebih murah dari buatan Takata.
Namun, setelah peneliti di Autoliv mempelajari airbag tersebut, mereka menemukan bahwa adanya kompon volatil yang berbahaya di dalam inflatornya.
"Kami lalu bilang, kami tidak bisa memakai itu," ujar Robert Taylor, kepala kimiawan di Autoliv yang terakhir menjabat pada 2010.
Terlepas dari di manakah letak kesalahannya, masyarakat pengguna mobil ber-airbag perlu memahami hal-hal yang terkait dengan persoalan kantong udaraini.
Salah satu langkah yang bisa diambil adalah memeriksakan mobil ke bengkel resmi, terutama jika tersedia program kampanye perbaikan.