Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum dan Transportasi Sebut Razia Uji Emisi di Jakarta Tidak Efektif

Kompas.com - 07/11/2023, 07:12 WIB
Daafa Alhaqqy Muhammad,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum dan Pengamat Transportasi Nasional menilai pelaksanaan tilang uji emisi tidak efektif untuk diberlakukan, sekalipun tujuannya positif, yakni mengurangi polusi Jakarta.

Berkaca dari tujuan tersebut, beberapa pakar menilai, sebaiknya pemerintah mencari alternatif solusi lain yang jauh lebih masuk akal, namun memberikan efek lebih besar.

Satu opsi alternatif untuk menurunkan emisi adalah memperbaiki kualitas layanan transportasi publik, seperti bus, jaklingko, KRL, dan sejenisnya.

Meninjau dari segi efektivitas, pembenahan sektor transportasi umum dinilai bisa lebih memangkas polusi, yang diklaim banyak disumbang oleh emisi gas buang kendaraan bermotor.

Baca juga: Sanksi Tilang Uji Emisi Dihentikan Lagi, Uang Hasil Tilang Rp 44 Juta Tidak Dikembalikan

Bus listrik Transjakarta.DOK. Pemprov DKI Jakarta Bus listrik Transjakarta.

Yossi Niken, Pemerhati LH sekaligus Dosen Hukum Lingkungan Universitas Pelita Harapan menjelaskan, pengaturan uji emisi memang dirasa perlu, namun keberadaan transportasi umum juga sebaiknya menjadi perhatian utama Pemerintah.

“Berkaca dari masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota besar, lebih baik tidak hanya ada tilang uji emisi, namun juga bersamaan diberlakukan kewajiban untuk menggunakan transportasi umum atau transportasi ramah lingkungan lainnya,” ucapnya saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (6/11/2023).

Menurut Yossi, faktor utama tidak efektifnya pelaksanaan tilang uji emisi, adalah karena Pemerintah belum sepenuhnya mampu mengatur pola pikir masyarakat.

Situasi ini terbukti pula oleh aturan diberlakukan tanpa dasar hukum yang jelas, terlalu mendadak dan spontan, serta minim informasi yang menjangkau masyarakat luas.

Baca juga: Turunkan Polusi Tanpa Tilang Uji Emisi, Ini Anjuran DLH

Angkot Jaklingko yang melewati Stasiun Harjamukti, Depok, Selasa (28/9/2023).KOMPAS.com/MUHAMMAD NAUFAL Angkot Jaklingko yang melewati Stasiun Harjamukti, Depok, Selasa (28/9/2023).

“Yang dibutuhkan adalah mengubah mindset dan cara hidup manusia Indonesia dalam mengendalikan polusi, tilang memang memberikan efek jera namun tidak efektif tanpa disertai dengan perubahan mindset dan cara hidup,” ucapnya.

Penjelasan lain dipaparkan oleh Sony Susmana, Pemerhati Transportasi sekaligus Training Director SDCI. Menurutnya, pemerintah harus lebih tegas dalam hal pengaturan kebijakan transportasi umum.

“Kalau targetnya mengurangi polusi dari kendaraan (pribadi), jauh lebih masuk akal kalau angkutan umum diwajibkan. Di satu sisi, mobilitas kendaraan berkurang, tapi di sisi lain, masyarakat masih bisa commuting,” ucapnya.

Baca juga: Pakar Hukum Anjurkan Denda Tilang Uji Emisi Dikembalikan

Pengemudi ojol bernama Riyadi merasa kecewa lantaran terkena tilang uji emisi di Kembangan, Jakarta Barat, Rabu (1/11/2023). Kompas.com/Daafa Alhaqqy Pengemudi ojol bernama Riyadi merasa kecewa lantaran terkena tilang uji emisi di Kembangan, Jakarta Barat, Rabu (1/11/2023).

Sony mengimbau Aparat supaya tidak hilang akal saat memberlakukan suatu aturan. Tujuan awal yang hendak dicaopai harus jelas, namun metode pelaksanannya juga tidak boleh keliru.

Kritik ini berlaku bagi pelaksanaan tilang uji emisi, yang bukannya menjadi solusi pengurangan polusi, namun justru menjadi bumerang karena menyulitkan masyarakat.

“Sebagai Aparat itu jangan hilang akal. Kalau memang mau menghijaukan langit Indonesia, metodenya tidak seperti ini (tilang uji emisi),” kata dia.

Ungkapan senada juga disampaikan oleh Ki Darmaningtyas, Pengamat Transportasi sekaligus Direktur Institut Studi Transportasi (Instran). Menurutnya, tilang uji emisi adalah satu contoh solusi yang tidak solutif.

Baca juga: Pakar Hukum dan Pengamat Transportasi Kritik Keras Soal Sanksi Tilang Uji Emisi

Syaiful (30), warga yang tidak lolos uji emisi dalam razia uji emisi di Jalan Pemuda, Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (1/11/2023) pagi.kompas.com / Nabilla Ramadhian Syaiful (30), warga yang tidak lolos uji emisi dalam razia uji emisi di Jalan Pemuda, Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (1/11/2023) pagi.

“Ada hal lain yang perlu tapi tidak dilakukan, seharusnya untuk masalah polusi ini, bisa melakukan pembatasan penggunaan pribadi, dan menggunakan transortasi umum di hari-hari tertentu,” kata dia.

Darmaningtyas membagikan satu contoh konsep pelaksanaan yang menurutnya efektif, untuk mereduksi angka polusi di Ibu Kota.

Menurutnya, harus ada hari-hari khusus di mana kendaraan pribadi dilarang beroperasi. Sebagai gantinya, masyarakat wajib menggunakan transportasi umum.

“Misalnya setiap Senin, semua institusi pendidikan wajib menggunakan angkutan umum. Kemudian Selasa, wajibnya untuk semua insan perhubungan. Seperti itu, dan digilir terus,” ucapnya.

Baca juga: Pemprov DKI Pastikan Tidak Ada Pembatasan Usia Kendaraan

Ilustrasi KRL Commuter Line. SHUTTERSTOCK/SNAPSTORIA Ilustrasi KRL Commuter Line.

Konsep ini diklaim memiliki dua keunggulan, yakni mengurangi penggunaan pribadi dan memangkas kadar emisi, serta membiasakan mobilitas masyarakat dengan transportasi umum.

“Kendaraan pribadi bisa berkurang dan okupansi angkutan umum bisa meningkat. Ini (konsep) yang bagus, tapi tidak pernah dilakukan. Masalahnya, mereka (aparat) malas bekerja,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau