JAKARTA, KOMPAS.com - Kendaraan listrik baik mobil dan sepeda motor listrik dipercaya sebagai solusi alat transportasi di masa depan. Teknologinya disebut murah, efisien, dan lebih ramah lingkungan.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, mengenai efisiensi maka berhubungan dengan hukum kekekalan energi, yaitu energi tidak dapat dimusnahkan namun dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lain.
Baca juga: Bahas Keuntungan dan Kerugian Pakai Bahan Bakar Bioetanol
"Kalau energi BBM diubah jadi energi kinetik itu efisiensinya hanya sekitar 15 persen sisanya diubah jadi energi panas. Buktinya apa, silahkan naik mobil dipegang knalpotnya, panas, nanti keselomot itu. Naik motor, satu dua jam, pegang knalpotnya, panas," kata Darmawan di Jakarta, belum lama ini.
"Tapi kalau energi listrik diubah jadi energi kinetik efisiensinya tinggi sekali. Buktinya apa, kipas angin, coba cari knalpotnya tidak ada. Kenapa (tidak ada knalpot), karena efisien sekali," ungkap dia.
Darmawan mengatakan, teknologi listrik merupakan energi yang murah. Dalam hal ini penggunaan kendaraan listrik artinya membuat ongkos pemakaian kendaraan yang tadinya mahal jadi murah.
"Maka 1 liter bensin yang sekarang Rp 12.000-Rp 13.000 itu hanya setara dengan 1,5 Kwh listrik. Itu sama 1 liter listrik itu 1,5 Kwh (yang) hanya Rp 2.500. Itu artinya ini (berubah) menjadi dari energi mahal jadi murah," kata dia.
Baca juga: Pemilik Mobil Listrik Lebih Andalkan Pengecas Rumah ketimbang SPKLU
Kemudian soal ramah lingkungan, Darmawan mengatakan, kendaraan listrik menghasilkan emisi yang jauh lebih sedikit dibandingkan kendaraan internal kombusi berbahan bakar minyak baik bensin maupun solar.
Bahkan jika energi listrik tersebut dihasilkan dari pembangkit listrik batu bara, tetap polusi yang dihasilkan tetap lebih sedikit daripada polusi yang dihasilkan kendaraan berbahan bakar minyak.
"Nah satu liter bensin itu emisi gas rumah kaca itu 2,4 Kg per liter bensin. (Kemudian) 1 liter listrik, kalau listriknya dari batu bara 1 Kwh listrik itu 1 Kg CO2. Jadi kalau 1,5 Kwh listrik, 1 liter listrik itu hanya 1.000, 1,5 Kg Co2," kata dia.
"Jadi ini juga menurunkan gas rumah kaca apabila listriknya dari batu bara, ditambah polusinya yang tadinya di jalan-jalan digeser menjadi polusi yang terkonsentrasi di pembangkit yang ada di PLN dan swasta," ujar Darmawan.
Baca juga: Belum Meluncur, Diler Mitsubishi Makin Gencar Pasarkan XFC
Artinya kata Darmawan, ini adalah bagaimana usaha bersama mengurangi emisi gas rumah kaca.
"Itu kalau dari batu bara saja sudah mengurangi emisi sampai 40 persen, apalagi listrik dari PLN bukan hanya dari batu bara saja, dari gas yang emisinya sangat kecil sekali hanya 450 gram per Kwh, dari energi baru terbarukan, dan kita sudah launching net zero emission di tahun 2060," kata dia.
"Ditambah lagi minyak kita ini sebagian besar impor, sedangkan kalau dari listrik, mohon maaf baik itu dari batu bara, gas, dan energi baru terbarukan adalah dari domestik. Maka ini perubahan dari energi impor menjadi energi domestik," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya