JAKARTA, KOMPAS.com - Bioetanol menjadi jenis BBM baru yang akan diluncurkan oleh PT Pertamina (Persero) yang diyakini lebih ramah lingkungan. Namun, ada keuntungan dan kerugian dari penggunaan bioetanol.
Bioetanol didapatkan dengan mencampur Pertamax dengan etanol sebesar 5 persen. Etanol dihasilkan dari tanaman-tanaman yang umum, seperti tebu, singkong, dan lainnya. Meski terkesan mudah didapatkan, tapi etanol juga sangat dibutuhkan oleh berbagai sektor.
Selain itu, menurut Tri Yuswidjajanto Zaenuri, dosen dan ahli konversi energi Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), bioetanol alias E5 dinilai kurang stabil.
Baca juga: Tanggapan Ahli Soal Bioetanol, Khawatir Program Mandek Lagi
"Memang ada keuntungannya dengan menaikkan oktan. Jadi, ibaratnya bisa memanfaatkan nafta yang oktannya lebih rendah dari 92, ditambah dengan etanol akan menjadi 92," ujar Yus, saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.
"Secara keuntungan, untuk Pertamina lebih bagus, karena nafta yang lebih rendah kan harganya juga lebih rendah. Tapi, harga etanol juga naik turun, fluktuatif. Kalau misalnya harga etanolnya lebih tinggi dari bensin RON 92, berarti nombok," kata Yus.
Yus mengatakan, untuk kendaraan, etanol bisa menaikkan oktan. Tapi, ada sisi lainnya, yaitu sifat hidroskopis atau menyerap air, yang dimiliki oleh etanol. Sehingga, di tangki nantinya akan banyak air.
"Kalau airnya terserap ke dalam mesin, maka bisa mogok. Jadi, ada untung dan ruginya," ujarnya.
Baca juga: Mau Ada BBM Bioetanol, Apakah APM Perlu Siapkan Produk Khusus?
"Air diserap dari uap air yang ditimbulkan akibat banyak ruang kosong di dalam tangki. Kemudian, saat malam hari, udara sekitarnya mendingin, uap air yang di dalam tangki mengalami kondensasi. Sehingga, terserap dengan etanolnya," kata Yus.
Yus menambahkan, etanol juga bersifat deterjen. Jadi, bisa sekaligus membersihkan bagian dalam mesin.
Soal harga, menurut Yus, tergantung nantinya, bisa lebih mahal atau lebih murah. Sebab, bensin dan etanol punya pasarnya masing-masing.
"Kalau etanol permintaannya lagi tinggi, harganya nanti juga akan naik. Sebab, ada hukum demand and supply. Jangan-jangan nanti seperti dulu lagi, etanolnya hilang atau mungkin kurang dari 5 persen," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya