Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Balapan Liar di Jalan Sulit Hilang Karena Tawarkan Sensasi Berbeda

Kompas.com - 01/08/2021, 16:21 WIB
Gilang Satria,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lewat akun Instagram pribadi Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, meminta polisi menertibkan para pengendara motor gede yang sering ugal-ugalan.

Sahroni menulis bahwa tiap akhir pekan ruas jalan di Bintaro, Tangerang Selatan, sering dijadikan ajang kebut-kebutan.

"Miris dan sedih... Kejadian Balap Balapan Motor gede di Bintaro Loops menelan Korban ... motor gede lawan Motor kecil... puteran di shell bintaro para Pebalap Motor gede tarik tarikan dan setiap wekeend di Bintaro banyak sekali motor gede kebut2an... Mohon atensi Dirlantas Polda metro," tulisnya dikutip Minggu (1/8/2021).

Baca juga: Ahmad Sahroni Minta Moge yang Sering Balapan di Bintaro Ditertibkan

 

Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, mengatakan, kebut-kebutan atau bahkan balap liar adalah masalah sosial yang selalu berulang.

Balap liar kata Jusri, tak cuma terjadi di Indonesia tapi di hampir di semua negara di dunia dari negara berkembang sampai negara maju.

Kebut-kebutan di jalan terjadi karena pelaku merasakan sensasi saat berjalan kencang. Sensasinya bahkan disebut berbeda jika dibandingkan balapan di sirkuit.

"Ini tidak hanya terjadi di negara berkembang, tapi dari negara miskin sampai negara maju, dan sampai sekarang balap liar ada. Di Amerika Serikat ada, di Jerman ada, karena balap liar ini menawarkan sensasi yang luar biasa dibandingkan di sirkuit," kata Jusri kepada Kompas.com belum lama ini.

Menurut Jusri, pebalap liar atau orang yang suka kebut-kebutan di jalan akan berhenti pada usia tertentu. Tapi kemudian digantikan generasi lain di bawahnya.

Baca juga: Jangan Norak, Pakai Lampu Sorot Jadi Lampu Rem

Saling Senggol Balapan Liar di Polewali RicuhKOMPAS.Com Saling Senggol Balapan Liar di Polewali Ricuh

"Para mantan pebalap liar itu yang melakukan balap liar ketika mereka sudah mulai tua di ambang 40 tahun ke atas tidak ada hobi otomotif sama sekali, tidak semua pebalap atau suporternya (yang suka nonton balap liar) suka dengan otomotif pada akhirnya," katanya.

Jusri mengatakan, karakter semacam ini ialah fenomena dari kelompok atau orang-orang yang sedang mencari jati diri.

"Sehingga ketika kelompok ini hilang akan digantikan kelompok lain yang masuk pada level tersebut," katanya.

Untuk menghilangkan balap liar kata Jusri perlu tindakan pencegahan dan penindakan yang tegas.

Pencegahan melibatkan banyak lapisan masyarakat dan dapat dilakukan dari daerah yang punya ciri-ciri akan digunakan buat balap liar.

Baca juga: Mantan Bos Repsol Honda Minta Rossi Pensiun, Jangan Permalukan Diri

Aksi balap liar kerap diunggah di media sosialDok. Instagram Aksi balap liar kerap diunggah di media sosial

"Pemerintah daerahnya mulai dari camat, lurah polsek, sudah melakukan tindakan semacam ini, jangan sudah ada kecelakaan ada kematian baru bertindak," kata Jusri

Pemerintah terkait mesti melakukan tindakan yang proaktif begitu melihat adanya perkembangan daerah yang memiliki fasilitas yang bisa dipakai arena balap liar.

Jusri mengatakan, tak sulit menandai titik-titik yang dianggap berpotensi menjadi arena balap liar.

"Ciri-cirinya kan gampang, ada trek lurus dan sepi, probabilitas arus kendaraan sepi akan dibuat balap liar, jalan ramai saja bisa ditutup kok," kata Jusri.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com