Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbahaya, Ini Kesalahan yang Sering Dilakukan Pengemudi di Jalan Tol

Kompas.com - 20/05/2021, 13:41 WIB
Dio Dananjaya,
Azwar Ferdian

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Mengemudikan mobil di jalan tol harus mengikuti aturan dan kaidah yang berlaku. Sebab berkendara di jalan tol memiliki sedikit perbedaan dengan jalan raya.

Banyak pengemudi yang abai dengan aturan ini. Alhasil perilaku mereka ketika di jalan dapat meningkatkan risiko kecelakaan.

Jusri Pulubuhu, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), mengatakan, ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan orang Indonesia saat mengemudi di jalan tol.

Baca juga: Ini Perbedaan Sanksi Pengendara Tidak Membawa SIM dan Tak Memiliki SIM

Arus lalu lintas di tol Jakarta-Cikampek kilometer 57 pada 24 Desember 2020.KOMPAS.COM/FARIDA Arus lalu lintas di tol Jakarta-Cikampek kilometer 57 pada 24 Desember 2020.

Umumnya mereka mengabaikan penggunaan lajur di jalan tol. Padahal tiap lajur memiliki fungsinya masing-masing.

"Orang di Indonesia dalam penggunan lajur ini sering salah,” ucap Jusri, kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.

“Bahu jalan dipakai menyalip, kemudian di lajur cepat tapi kecepatan konstan. Ketiga pindah jalur secara kasar saat mau masuk gerbang tol," kata Jusri.

Baca juga: Jangan Lupa, Masa Berlaku SIM Bukan Berdasarkan Tanggal Lahir Lagi

Ilustrasi berkendara.Thinkstock Ilustrasi berkendara.

Jusri juga mengatakan, langsung masuk ke lajur lambat bahkan sampai crossing beberapa lajur merupakan gaya mengemudi yang membahayakan.

Menurutnya, jika pengendara ingin berpindah dari lajur cepat ke lajur lambat untuk keluar tol misalnya, harus dilakukan secara bertahap.

"Katakan ada empat lajur kita bisa melewati lajur pertama, kedua atau ketiga. Memotong itu tidak boleh. Kalau di luar negeri gaya mengemudi seperti itu bisa ditangkap," ujar Jusri.

"Harusnya bertahap, tiap 30 meter baru bisa pindah, tidak bisa langsung double lane crossing," tuturnya.

Batas Kecepatan

Batas kecepatan maksimal di Tol Layang Jakarta-CikampekIstimewa Batas kecepatan maksimal di Tol Layang Jakarta-Cikampek

Jalan tol didesain sebagai jalan bebas hambatan. Jalan berbayar ini memungkinkan pengemudi menyetir lebih cepat ketimbang jalan raya atau jalan umum.

Kendati demikian bukan berarti pengemudi bisa bebas ngebut seenaknya, sebab jalan tol juga dibatasi kecepatannya. Aturan kecepatan ini berlaku pada batas bawah dan atas kecepatan kendaraan.

Tujuan ada batas bawah kecepatan agar mobil bisa tetap melanju dan tidak tersendat ke belakang. Sedangkan batas atas untuk menjaga agar tidak terjadi kecelakaan. Terutama di beberapa titik yang rawan kecelakaan.

Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengingatkan, bahwa jalan adalah area yang tidak aman. Kecelakaan di jalan merupakan salah satu penyumbang kematian paling tinggi.

Ilustrasi rambu batas kecepatan maksimal yang diperbolehkan.Sebastian Bozon / AFP Ilustrasi rambu batas kecepatan maksimal yang diperbolehkan.

“Pembelajaran yang bisa tidak ambil dari kasus kecelakaan, yaitu jangan punya pikiran bahwa jalan raya atau jalan raya yang sepi itu aman, justru itu berbahaya buat diri sendiri atau orang lain,” ujar Jusri beberapa waktu lalu saat dihubungi Kompas.com.

Ketentuan kecepatan berkendara di jalan tol diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Diperkuat Pearturan Menteri Perhubungan tentang Tata Cara Penetapan Batas Kendaraan pasal 3 ayat 4 pada pasal 23 ayat 4, disebutkan bahwa batas kecepatan di jalan tol yaitu 60 hingga 100 kilometer per jam, sesuai dengan rambu lalu lintas yang terpasang.

Berikut rinciannya:

a. paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas dan paling tinggi 100 (seratus) kilometer per jam untuk jalan bebas hambatan;

b. paling tinggi 80 (delapan puluh) kilometer per jam untuk jalan antarkota.

c. paling tinggi 50 (lima puluh) kilometer per jam untuk kawasan perkotaan; dan

d. paling tinggi 30 (tiga puluh) per jam untuk kawasan permukiman.

Pada ayat 5 dari masing-masing pasal di atas juga menjelaskan bahwa batas kecepatan paling tinggi dan batas kecepatan paling rendah sebagaimana yang sudah dijelaskan pada ayat 4, harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas.

Bagi para pelanggar, sesuai aturan tersebut, bisa terancam sanksi pidana kurungan dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau