JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi mengeluarkan aturan tentang motor bensin yang dikonversi ke motor listrik. Menurut para pelaku atau modifikator, aturan tersebut dinilai tidak menguntungkan.
Sebelumnya, Direktur Sarana Transportasi Jalan, Ditjen Perhubungan Darat, Kemenhub Pandu Yunianto, mengatakan, regulasi yang dikeluarkan untuk menjamin keselamatan konsumen.
Baca juga: Motor Listrik Hasil Konversi Bisa Urus STNK dan Pakai Pelat Biru
"Misi utama yang harus kita perhatikan dalam regulasi ini tetap keselamatan, makanya dikeluarkan aturan bahwa yang boleh melakukan modifikasi tidak sembarang orang. Kalau dilakukan oleh sembarang orang siapa yang bertanggung jawab nanti kalau ada kecelakaan atau ada kerugian dari konsumen," kata Pandu, kepada Kompas.com, Selasa (17/11/2020).
Pandu mengatakan, semangat regulasi ini ialah mempercepat tren kendaraan listrik di Indonesia. Tapi demikian semuanya perlu diatur tidak dibiarkan tumbuh tanpa terkontrol.
"Kalau orang mengatakan hal ini sebagai hambatan itu boleh jadi kalangan yang memang tidak mau mengikuti ketentuan atau tidak mau diatur. Artinya, kalau bahasa perangnya orang mau enaknya sendiri, tidak mau ikuti aturan," ujar Pandu.
Baca juga: Tarif Uji Tipe untuk Konversi Motor Listrik Belum Ditetapkan
Dalam aturan tersebut, mengharuskan setiap motor listrik yang dikonversi dari motor bensin, harus diuji tipe atau disertifikasi. Selain itu, bengkel yang membuat motor tersebut juga harus mendaftarkan diri ke Kemenhub untuk disertifikasi juga.
Putra Darmagita, builder dari GTX Motorsport di bilangan Gianyar, Bali, mengatakan, aturan tersebut memiliki tujuan yang baik. Tapi sayangnya, malah membatasi kreativitas dari modifikator atau builder.
"Pastinya akan membatasi kreativitas dari para builder. Memang tujuannya demi safety atau keamanan. Tapi, sementara ini, karena baru awal justru membatasi kreativitas," ujar Putra, saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.
Andi Akbar, builder Katros Garage, mengatakan, jika setiap motor listrik yang dikonversi harus disertifikasi, berarti hanya satu model saja yang bisa dibuat.
"Kalau modelnya dibuat beda sedikit, harus disertifikasi lagi. Kalau harus bayar lagi, tentu kan tidak murah," kata pria yang akrab disapa Atenx tersebut.
Atenx menambahkan, secara keseluruhan, dengan adanya regulasi itu memang bagus. Tapi, kalau dari sudut pandangnya, regulasinya itu dibuat secara sepihak saja. Jadi, peraturannya sebenarnya tidak menguntungkan untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
"Regulasinya dibuat hanya sekadar agar motornya tidak membahayakan. Tapi, tidak mementingkan dari sisi UMKM. Ada peraturannya sih baik, tapi jangan dipersulit dengan aturan yang harus sertifikasi motor. Untuk sertifikasi motor itu kan mahal," ujar Atenx.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.