JAKARTA, KOMPAS.com - Regulasi konversi motor listrik dianggap sebagian orang sebagai dua sisi mata pedang. Maksudnya ingin memfasilitasi tapi ditakutkan justru sebaliknya, menyulitkan.
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 65 Tahun 2020, disebutkan bengkel dan mekanik harus punya sertifikasi, kemudian motor yang dikonversi juga mesti uji tipe.
Baca juga: Komunitas: Regulasi Konversi Motor Listrik Bagai Pedang Bermata Dua
Menanggapi hal itu, Direktur Sarana Transportasi Jalan, Ditjen Perhubungan Darat, Kemenhub Pandu Yunianto, mengatakan, regulasi yang dikeluarkan untuk menjamin keselamatan konsumen.
"Misi utama yang harus kita perhatikan dalam regulasi ini tetap keselamatan, makanya dikeluarkan aturan bahwa yang boleh melakukan modifikasi tidak sembarang orang. Kalau dilakukan oleh sembarang orang siapa yang bertanggung jawab nanti kalau ada kecelakaan atau ada kerugian dari konsumen," kata Pandu kepada Kompas.com, Selasa (17/11/2020).
Pandu mengatakan, semangat regulasi ini ialah mempercepat tren kendaraan listrik di Indonesia. Tapi demikian semuanya perlu diatur tidak dibiarkan tumbuh tanpa terkontrol.
"Kalau orang mengatakan hal ini sebagai hambatan itu boleh jadi kalangan yang memang tidak mau mengikuti ketentuan atau tidak mau diatur. Artinya kalau bahasa perangnya orang mau enaknya sendiri, tidak mau ikuti aturan," katanya.
Baca juga: Motor Listrik Wajib Pakai Baterai SNI, tetapi Belum Ada di Pasaran
Pandu mengatakan, mengenai motor hasil konversi atau modifikasi menjadi motor listrik harus melakukan uji tipe lagi merupakan amanah undang-undang.
"Bahwa ini amanah undang-undang, bahwa setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib memenuhi persyaratan teknis layak jalan. Itu aturan undang-undang bukan aturan menteri," katanya.
Disebutkan Pandu, kegiatan uji tipe kendaraan mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan Pasal 48.
UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 48:
1. Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
2. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. susunan;
b. perlengkapan;
c. ukuran;
d. karoseri;
e. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya;
f. pemuatan;
g. penggunaan;
h. penggandengan Kendaraan Bermotor; dan/atau
i. penempelan Kendaraan Bermotor.
3. Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan Bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. emisi gas buang;
b. kebisingan suara;
c. efisiensi sistem rem utama;
d. efisiensi sistem rem parkir;
e. kincup roda depan;
f. suara klakson;
g. daya pancar dan arah sinar lampu utama;
h. radius putar;
i. akurasi alat penunjuk kecepatan;
j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan
k. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat Kendaraan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.