JAKARTA, KOMPAS.com - Aquaplaning atau hilangnya traksi ban saat melaju di jalan basah atau tergenang menjadi momok bagi pengemudi kendaraan.
Kondisi yang juga disebut dengan istilah hydroplaning ini tidak hanya bisa membuat pengendara kehilangan kendali kendaraannya.
Tetapi, tidak sedikit yang sampai menyebabkan terjadinya kecelakaan fatal hingga merenggut korban jiwa.
Hilangnya daya cengkeram ban pada aspal ini bukan begitu saja terjadi, tetapi ada beberapa faktor penyebabnya.
Baca juga: Catat, Ini Jadwal Penghapusan Denda Pajak Kendaraan di 7 Provinsi
Berikut tiga faktor penyebab terjadinya aquaplaning
1. Kurang tekanan udara
Tekanan udara ban tidak sekadar mengikuti rekomendasi dari pabrikan saja, tetapi ada hal yang lebih penting yakni menjaga keamanan selama berkendara.
Terlebih mengemudi saat kondisi hujan di mana daya cengkeram ban juga tidak sebagus saat aspal dalam kondisi kering.
Untuk itu, pemilik kendaraan wajib memastikan bahwa tekanan udara ban sudah sesuai sebelum digunakan.
Baca juga: 1,6 Juta Kendaraan Bermotor di Jateng Belum Bayar Pajak
Kurangnya tekanan udara pada ban ternyata juga bisa menyebabkan terjadinya aquaplaning. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh On Vehicle Test (OVT) Manager PT Gajah Tunggal Tbk Zulpata Zainal kepada Kompas.com, Rabu (21/10/2020).
Menurutnya, saat tekanan udara ban kurang maka tidak memiliki contact patch atau area kontak dengan aspal yang maksimal.
Kondisi ini membuat daya cengkeram ban juga menjadi berkurang atau tidak sebagus ketika tekanan udaranya sesuai.
“Kurangnya tekanan udara juga bisa menyebabkan terjadinya aquaplaning. Kami di GTPG (Gajah Tunggal Proving Ground) melakukan cek aquaplaning, hasilnya dengan dikurangi tekanan udara dari standar memperbesar potensi terjadinya aquaplaning,” katanya.
Mengendarai kendaraan dalam kondisi hujan atau jalan basah sebaiknya tidak memacunya dengan kecepatan tinggi.