Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tekan Peredaran Truk ODOL, Pemerintah Bisa Optimalkan Kereta Api

JAKARTA, KOMPAS.com - Meski angka kecelakaan lalu lintas yang disebabkan truk Over Load Over Dimension (ODOL) makin tinggi, namun upaya memberantas sampai tuntas belum terlaksana dengan baik.

Alhasil, keberadaan truk bermuatan berlebih serta memiliki dimensi yang menyalahi aturan, masih menjadi pemandangan yang bisa dilihat setiap hari, baik di jalan tol maupun arteri.

Menurut Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI Pusat Djoko Setijowarno, sebenarnya ada upaya lain yang bisa dilakukan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk membenai trik ODOL.

"Kementerian Perhubungan jangan fokus di jalan raya. Namun dapat mengoptimalisasi angkutan Kereta Api (KA), apalagi di jalan raya masih rawan pungutan liar (pungli) dan cawe-cawe oknum aparat penegak hukum (APH) di jembatan timbang," kata Djoko dalam keterangannya, Selasa (19/11/2024).

Djoko menjelaskan, peran moda jalan terlalu dominan. Komposisi setiap moda dalam angkutan barang secara nasional pada 2019 tertinggi adalah angkutan jalan, yakni 16,07 miliar ton per tahun atau sebesar 87,57 persen.

Untuk angkutan udara 0,52 juta ton per tahun (0,003 persen), angkutan laut 2,23 miliar ton per tahun (12,16 persen), angkutan SDP 0,56 juta ton per tahun (0,003 persen), dan angkutan kereta api 47,6 juta ton per tahun (0,26 persen).

Sementara menurut Rondrigue dan Comtois (2006), biaya transportasi menggunakan moda jalan raya akan efektif maksimal 500 kilometer (km). Lebih dari itu, truk barang akan membawa muatan lebih.

"Lihat saja setiap truk yang membawa muatan dari Jawa Timur ke Jakarta, Jawa Barat, dan Banten atau sebaliknya, rata-rata membawa muatan lebih karena jaraknya sudah lebih dari 500 km. Jalan pantura dalam setahun, sekitar satu bulan mengalami perbaikan dan alami kemacetan panjang, perbaikan jalan secara bergantian antara Rembang – Semarang. Jelas sangat mengganggu kelancaran mobilitas orang dan barang," kata Djoko.

Terkait penggunaan kereta api untuk angkutan barang, menurut Djoko, kendala selama ini adalah double handling, sehingga membuat tarif lebih mahal ketimbang menggunakan jalan raya.

Meski demikian, angkutan KA dibebani PPN (pajak pertambahan nilai) dan TAC (Track Access Charge). Selain itu, juga diwajibkan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) non Subsidi.

"Sementara BBM subsidi sebanyak 93 persen dinikmati oleh warga yang mampu (pemilik kendaraan pribadi). Mestinya semua angkutan umum (orang dan barang) tak kecuali moda KA juga menggunakan BBM subsidi," ujarnya.

"Maka dari itu agar tarif membawa barang menggunakan moda KA dapat bersaing dengan moda jalan raya, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk menghilangkan PPN dan TAC dan moda KA dibolehkan menggunakan BBM subsidi sebagai angkutan umum membawa barang," lanjutnya.

Dijelaskan bila kereta api sangat sesuai untuk mengangkut barang curah dan berat dalam jarak jauh karena gaya gesekan yang rendah. Beberapa kelebihannya seperti gerbong kereta api dapat diatur suhu ruang penyimpanannya, dapat berpindah dari satu titik ke titik lain dengan cepat, dan dianggap sebagai metode transportasi yang aman.

https://otomotif.kompas.com/read/2024/11/19/113100115/tekan-peredaran-truk-odol-pemerintah-bisa-optimalkan-kereta-api

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke