JAKARTA, KOMPAS.com – Permasalahan truk yang Over Dimension dan Over Loading (ODOL) di Indonesia memang belum kunjung tuntas. Walaupun sering terlihat beberapa tindakan kepada pelanggar, namun di jalan masih sering ditemui truk ODOL.
Salah satu langkah pemerintah yang dilakukan untuk mengatasi truk ODOL adalah melakukan normalisasi. Normalisasi adalah mengubah kembali truk yang over dimension menjadi ke ukuran yang seharusnya.
Namun sayangnya, truk yang sudah dinormalisasi sebenarnya masih bisa over loading. Jadi dengan cara normalisasi nampaknya masih belum efektif menuntaskan masalah ODOL di Indonesia.
Ketua Bidang Angkutan Curah dan Cair DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Haryadi Djaya mengatakan, pemerintah sebaiknya memperketat pengawasan berat truk yang melintas, jadi selesaikan dahulu masalah over loading.
Menurutnya, dengan menuntaskan over loading dahulu, dengan sendirinya para pengusaha truk akan mengubah bentuk dari truknya yang over dimension. Karena truk yang over dimension biasanya lebih berat dibanding yang biasa, jadi tidak bisa membawa beban lebih banyak.
“Misalnya berat total truk dan muatannya sesuai aturan 26 ton, jika satu truk yang over dimension beratnya 15 ton dan yang normal 11 ton, tentu saja yang normal bisa memuat lebih banyak barang, jadi lebih menguntungkan,” ucap Haryadi kepada Kompas.com, Jumat (22/1/2021).
Selain itu, melakukan normalisasi juga butuh biaya. Haryadi mengatakan, di masa pandemi seperti saat ini, sulit rasanya untuk menyiapkan biaya normalisasi. Jika over loading tadi bisa diperketat, mereka dengan sendirinya akan normalisasi armadanya.
Haryadi menyarankan, untuk memperketat pengawasan truk yang over loading, taruh timbangan truk yang terintegrasi dengan pintu tol. Jika truk yang ingin masuk ke jalan tol over loading, dia tidak diperbolehkan untuk lewat dan pintu tertutup.
“Namun siapkan satu petugas dari Kepolisian yang memiliki wewenang membuka pintu tol dan hanya dia yang bisa membuka bagi truk over loading. Ketika dibuka pintunya, truk tersebut secara digital dan otomatis akan terkena tilang,” kata Haryadi.
Dengan begitu, lalu lintas di pintu tol akan tetap lancar, kemudian truk yang melanggar ketentuan berat tadi akan membayar denda. Tentu saja pengusaha tidak mau terus bayar denda, sehingga dengan sendirinya akan tidak melakukan aksi over loading.
Selain itu, dengan melakukan penimbangan yang terintegrasi secara digital, mengurangi kontak antar manusia. Sehingga risiko main mata antar sopir dan oknum petugas bisa berkurang karena sudah tercatat lewat sistem.
https://otomotif.kompas.com/read/2021/01/23/121834715/ini-saran-aptrindo-tuntaskan-truk-odol