JAKARTA, KOMPAS.com - Perpres kendaraan listrik resmi ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan demikian, diharapakan akan terjadi akselerasi bagi pertumbuhan industri otomotif untuk membangun pengembangan mobil listrik di Tanah Air.
Menteri Perindustrian (Menperin) Arilangga Hartarto, mengatakan, kebijakan soal mobil listrik berkaitan erat dengan pengembangan ekosistem yang terkait dalam dua hal. Pertama mengenai percepatan terdapat pembagian tugas kementerian, seperti penyediaan infrastruktur, research and development, dan regulator.
Sementara ekosistem yang kedua, adalah mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2013 yang terkait dengan sistem fiskal perpajakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang akan mengacu pada tingkat emisi kendaraan.
"Nantinya akan ada insentif, apabila full electric vehicle atau fuel cell dengan emisi nol, maka PPnBM-nya juga nol. Jadi, berbasis kepada emisi yang dikeluarkan. Mobil listrik akan jalan apabila insentifnya pun jalan, karena saat ini, mobil listrik harganya 40 persen lebih mahal daripada mobil biasa,” ujar Airlangga dalam keterangan resminya, Kamis (8/8/2019).
Tidak hanya itu, roadmap mengenai teknologi berbagai kendaraan berbasis listrik juga iktu dimasukan dalam revisi PP Nomor 41. Hal ini termasuk untuk mengantisipasi teknologi kendaraan berbasis hidrogen atau fuel cell vehicle.
TKDN dan Kuota Impor Mobil Listrik
Menurut Airlangga, dalam Perpres terkait mobil listrik juga diatur mengenai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang harus dicapai, yakni sebesar 35 peren pada tahun 2023. Hal itu juga memungkinkan upaya ekspor otomotif nasional ke Australia.
"Karena dalam Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), ada persyaratan 40 persen TKDN, sehingga kami sinkronkan dengan fasilitas yang ada," kata Airlangga.
Guna mendorong pengembangan industri mobil listrik di Indonsia, sebagai tahap awal pemerintah bakal memberikan kesempatan kepada para pelaku industri otomotif untuk mengimpor dalam bentuk completely built up (CBU). Tapi dalam masa tiga tahun, industri diwajibkan harus memenuhi peraturan TKDN sebesar 40 persen tadi.
Sedangkan utuk kuota impor CBU mobil listrik akan bergantung kepada investasi dari principal (pemilik merek). Sehingga keringanan untuk impor hanya diberikan kepada pelaku industri yang sudah berkomitmen untuk melakukan investasi kendaraan listrik di Indonesia.
"Setidaknya saat ini ada tiga principal yang sudah menyatakan komitmennya berinvestasi untuk industri electric vehicle di Tanah Air. Para principal tersebut menargetkan mulai berinvestasi di dalam negeri pada 2022," kata dia.
https://otomotif.kompas.com/read/2019/08/09/070200315/kata-menperin-soal-tkdn-dan-kuota-impor-mobil-listrik