Jakarta, KompasOtomotif - Upaya pemerintah melakukan kesetaraan dalam hal transportasi berbasis aplikasi sudah mulai dilakukan. Salah satunya dengan revisi Peraturan Menteri (PM) 32 Tahun 2016 tentang taksi online yang saat ini sudah mencapai tahap uji publik kedua.
Bila saat awal ada 10 kajian, pada uji publik kedua di Makassar pekan lalu jumlah revisi bertambah satu menjadi 11. Penambahan butir revisi tersebut terkait masalah kuota taksi online yang saat ini digolongkan sebagai kendaraan angkutan sewa khusus.
Humas Ditjen Perhubungan Darat Pitra Setiawan, menjelaskan, masalah kuota sebenarnya sudah ada sebelum uji publik pertama, namun tertinggal saat penyampaiannya.
"Bukan penambahan, tapi hanya lupa dicantumkan saat pertama. Jadi kuota itu kita gunakan untuk melihat tingkat kebutuhan taksi online, karena bila dikaitkan dengan ekonomi maka kita bicara mengenai supply and demand," ujar Pitra kepada KompasOtomotif, Selasa (14/3/2017).
Dari realisasi di lapangan, lanjut Pitra, bisa dilihat terjadi kelebihan dalam hal suplly, sedangkan demand-nya tidak berkembang. Artinya, jumlah taksi online yang beredar saat ini tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, justru kelebihan.
Untuk mekanisme pelaksanaan kuota jumlah taksi online, nantinya akan diserahkan pada masing-masing Pemerintah Daerah (Pemda), termasuk soal tarif atas dan bawah. Namun khusus Jakarta akan diatur oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).
"Untuk Jakarta, hitungannya langsung Jabodetabek. Jadi penerapannya akan kami serahkan ke BPTJ," kata Pitra.
Berikut 11 materi kajian revisi PM 32 Tahun 2016 :
1. Jenis angutan sewa
2. Ukuran CC kendaraan
3. Batas tarif angkutan sewa khusus
4. Kuota jumlah kendaraan angkutan sewa khusus
5. Kewajiban STNK berbadan hukum
6. Pengujian berkala atau KIR
7. Pool
8. Pajak
9. Bengkel
10. Akses dasbor
11. Sanksi.