Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenperin Dorong Pengembangan BBM Berbasis Minyak Atsiri

Kompas.com - 13/09/2023, 11:02 WIB
Ruly Kurniawan,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin) mendorong pengembangan bahan bakar minyak (BBM) berbasis minyak atsiri, guna menurunkan emisi gas buang dari mesin pembakaran dalam (internal combustion engine/ICE) pada kendaraan bermotor.

Pasalnya, dijelaskan Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika, bioaditif pada minyak atsiri mampu menyempurnakan pembakaran BBM di dalam ruang bakar mesin.

"Sehingga dapat menstabilkan kepadatan (density) dan memperbaiki atomisasi dari bahan bakar dan menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna, lebih bersih, efisien, dan juga mengurangi konsumsi BBM," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (12/9/2023).

Baca juga: Pertimbangkan Hal Ini Sebelum Membeli Mobil Pikap

Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika menyampaikan bahwa program Hilirisasi Kelapa Sawit menguntungkan.Dok. Kemenperin Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika menyampaikan bahwa program Hilirisasi Kelapa Sawit menguntungkan.

Putu melanjutkan, produk aditif BBM sebenarnya bukan hal baru. Beberapa negara seperti Jerman, Amerika, dan Australia sudah mengembangkannya lebih dahulu dengan berbasis petroleum.

Hasil dari pengembangan produk aditif BBM itu, mampu menghasilkan hal menajubkan di kendaraan bermotor. Sehingga pengembangan aditif BBM berbasis bahan baku organik perlu untuk didorong.

Apalagi Indonesia sangat potensial untuk mengembangkan aditif BBM berbasis bahan baku organik dengan harga yang kompetitif dan berkelanjutan (sustainable).

Sebelumnya, Dirjen Industri Agro telah memfasilitasi penyusunan standar mutu produk bioaditif melalui SNI Nomor 8744:2019 Bioaditif berbasis minyak atsiri untuk bahan bakar motor diesel.

Baca juga: Nostalgia Bus Klasik DAMRI Goyobod, Pakai Sasis Mercedes Benz

Ilustrasi polusi udara. Kasus ISPA di Jabodetabek sudah tembus 200 ribu akibat polusi udara, para ahli kesehatan menyarankan untuk kembali memakai masker dan tidak bakar sampah.Shutterstock/Sudarshan Jha Ilustrasi polusi udara. Kasus ISPA di Jabodetabek sudah tembus 200 ribu akibat polusi udara, para ahli kesehatan menyarankan untuk kembali memakai masker dan tidak bakar sampah.

Sementara itu, Ketua Perkumpulan Bioaditif Berbasis Minyak Atsiri Indonesia Raeti menyatakan sudah melakukan pengujian produk bioaditif BBM minyak atsiri di laboratorium pengujian (Trakindo, Petrolab dan LEMIGAS) masing-masing untuk alat berat, mesin diesel statis (genset), dan kendaraan bermotor diesel.

Hasil dari uji tersebut menunjukkan bahwa penggunaan bioaditif mampu menurunkan emisi karbon (COx) hingga 83,78 persen, emisi nitrogen (NOx) hingga 85,22 persen, kadar pengotor partikel (4 micron, 6 micron, dan 10 micron) hingga 80-85 persen, dan penurunan kadar air (moisture) pada bahan bakar hingga 10,52 persen.

Raeti menambahkan, produk Bioaditif BBM telah dikembangkan sejak tahun 1990-an dan telah dijual secara business to business (B2B) sejak tahun 2006 untuk sektor industri, pertambangan, dan sektor komersial lainnya dengan kinerja yang baik.

Produk bioaditif BBM berasal dari bahan organik minyak atsiri yang dibudidayakan oleh petani lokal dan diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi.

“Penggunaan Bioaditif BBM hanya sebanyak 1 permil (1 per 1.000) bagian dari volume BBM dengan cara diteteskan ke dalam tangki bahan bakar tanpa proses atau peralatan blending khusus,” tutur Raeti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com