JAKARTA, KOMPAS.com - Elektrifikasi di Indonesia saat ini semakin digencarkan. Didukung dengan regulasi dari pihak pemerintahan dan ekosistem dari pihak pabrikan otomotif, harapannya masyarakat tidak lagi takut untuk beralih ke kendaraan listrik. Baik itu kendaraan roda dua maupun roda empat.
Pemerintah juga baru-baru ini mengeluarkan Inpres Nomor 7 Tahun 2022 pada 13 September 2022 yang lalu. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa kendaraan yang digunakan sebagai kendaraan dinas operasional dan atau kendaraan perorangan dinas harus kendaraan listrik.
Untuk masyarakat, pemerintah juga telah memudahkan peralihan dengan cara memberi izin untuk konversi kendaraan ICE atau konvensional menjadi kendaraan listrik.
Baca juga: Kenapa Hanya Sedikit Merek Mobil yang Ikut IEMS 2022
"Dari sisi regulasi, pemerintah sudah cukup mumpuni dan sudah memberikan regulasi yang lengkap dalam rangka dukungan percepatan industri KBLBB," ucap Dodiet Prasetyo, Kasubdit Industri Alat Transportasi Darat Direktorat Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP), Kementerian Perindustrian di Jakarta Convention Center, Rabu (28/9/2022).
Dodiet juga menjelaskan, pemerintah juga memberikan sejumlah insentif bagi pengguna KBLBB di Indonesia. Mislanya, pembebasan pajak daerah baik pajak kendaraan bermotor (PKB) maupun biaya bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Sejumlah bengkel juga sudah memiliki sertifikasi atau izinnya untuk melakukan konversi kendaraan konvensional. Namun saat ini, yang tersedia masih dikhususkan untuk sepeda motor saja.
Harga sepeda motor listrik baru juga saat ini terbilang bersaing dengan harga motor konvensional, dengan harga di kisaran Rp 15 jutaan sampai dengan Rp 30 jutaan untuk penggunaan sehari-hari. Sedangkan harga mobil listrik ada di kisaran Rp 200 jutaan sampai dengan Rp 1 miliar.
Saat ini, yang menjadi tantangan hanyalah bagaimana pihak produsen bisa menekan harga baterai dan melakukan pengolahan yang tepat terhadap limbah baterai. Karena saat ini, harga kendaraan listrik mahal disebabkan oleh biaya produksi baterai yang terbilang besar.
Baca juga: Pelat Nomor Kendaraan Warna Hijau, Berlaku di Wilayah Ini
"Secara umum, dari harga kendaraan listrik yang sudah komersial 30-40 persennya itu harga baterai. Sehingga, komponen utamanya adalah baterai. Semoga bisa jadi concern bersama untuk sama-sama kolaborasi untuk meningkatkan riset terhadap baterai," ucap Wahyu Bambang Widayatno, Researcher for Advanced Materials Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Selain itu dari sisi ketersediaan energi, Executive Vice President Pemasaran dan Pengembangan Produk PT PLN (Persero) Hikmat Drajat mengatakan bahwa pihaknya sudah siap menyediakan energi untuk pengguna kendaraan listrik.
Baca juga: Sedan Listrik Toyota Bakal Meluncur, Harga Rp 400 Jutaan
"Jadi kondisi saat ini, sistem kelistrikan kami di PLN itu kapasitasnya sangat memadai. Jadi berapapun pertumbuhan motor listrik, mobil listrik, lima, sepuluh, dua puluh tahun ke depan itu tidak ada kekhawatiran, kekurangan energi nge-charge-nya," ucap Hikmat.
Ia juga sebelumnya memaparkan konsep V2G atau vehicle to grid, di mana kendaraan listrik yang sedang diparkir atau tidak dipakai bisa dihubungkan ke grid untuk mensuplai energi. Sehingga tidak ada energi yang terbuang.
"Ketika dia masuk ke grid, akan menjadikan power plan terdistribusi, sehingga apa? Kita juga akan mengefisienkan centralized power plan-nya. Nah di sinilah akan terjadi suatu efisiensi nasional antara hilir dengan hulunya. Itu mungkin bagaimana utilisasi atas energy storage yang bisa kita manfaatkan bersama," ucap Hikmat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.