JAKARTA, KOMPAS.com - Kendaraan bermotor berbahan bakar hidrogen dipercaya menjadi salah satu cara tepat untuk menekan kadar emisi gas rumah kaca (ERK) serta keluaran emisi CO2 yang dihasilkan oleh kendaraan.
Apalagi, jenis transportasi tersebut tidak perlu merubah kebiasaan para penggunanya sebagaimana kendaraan bermotor berbasis listrik (electric vehicle) karena keterbatasan daya jelajah dan waktu pengisian daya.
Demikian dikatakan Project General Manager ZEV & Technical Research Toyota Daihatsu Enegeering and Manufacturing Co., Ltd, Indra Chandra Setiawan dalam webinar bertajuk 'The Urgency of Renewable Energy on Hydrogen Cars in Indonesia', belum lama ini.
Baca juga: Hidrogen Jadi Bahan Bakar Alternatif Mulai Dibahas Pemerintah
"Fuel cell electric vehicle (FCEV) tidak perlu merubah behavior. Pengguna tetap perku ke fuel station dengan waktu pengisian daya hanya sekitar 3-5 menit saja," katanya.
"Kemudian kendaraan ini long range dan tidak perlu home refueling atau mengisi daya di rumah seperti kendaraan listrik. Sehingga ketika dipakai sehari-hari, tidak perlu penyesuaian besar," ucap Indra.
Artinya, dalam satu jam penyedia daya untuk FCEV bisa melayani sekitar 10 kendaraan. Dibandingkan kendaraan listrik yang membutuhkan waktu 30 menit sampai satu jam, perbedaannya sangat signifikan.
Selain itu, dalam waktu yang sama, SPKLU hanya mampu melayani sekitar dua sampai tiga kendaraan listrik.
"Sehingga apabila operasional kendaraan itu 12 jam, sudah ada sekitar 480 FCEV yang bisa dilayani. Ini lebih realistis untuk diterapkan sebagai kendaraan harian maupun operasional," ucap Indra.
Baca juga: 2,15 Juta Kendaraan Mudik Keluar Jabodetabek, Lonjakan ke Arah Merak
Kendaraan listrik, lanjut Indra, masih membutuhkan cukup banyak energi untuk memproduksi baterai, seperti batu bara.
Belum lagi saat proses penguraian atau daur ulang baterai terkait. Adapun kendaraan hidrogen, disebutnya tidak membutuhkan perubahan yang besar dalam sisi industri manufaktur untuk merealisasikan maupun memproduksinya.
Tapi memang jenis kendaraan tersebut masih menemui tantangan. Seperti bagaimana agar layak secara ekonomi, menarik secara finansial, dapat bermanfaat di kehidupan sosial, sampai riset dan pengembangan.
"Pastinya, industri harus bersama-sama melakukan perubahan dari 93 persen bahan bakar fosil ke net zero emission," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI (ESDM) Arifin Tasrif menargetkan energi hidrogen bisa dimanfaatkan secara luas, tak terkecuali pada sektor transportasi mulai tahun 2031.
Baca juga: Pemerintah Minta Mobil Berbasis Hidrogen Antasena ITS Bisa Diproduksi Massal
Kemudian pada 2060, total hidrogen yang dikembangkan setara dengan 52 giga watt. Adapun saat ini, pengembangan tengah dilakukan oleh tim riset mobil hidrogen Antasena Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
"Pemanfaatan hidrogen di Indonesia dilakukan secara bertahap, mulai di 2030 dan dilakukan secara masif pada 2051. Kemudian pada tahun 2060, total hidrogen yang dikembangkan setara dengan 52 giga watt," ujar dia.
"Saat ini Indonesia, pengembangan hidrogen masih dalam tahap riset dan pilot project," lanjut Arifin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.