JAKARTA, KOMPAS.com – Aksi debt collector yang memaksa dan melakukan tindak kekerasan, saat melakukan penagihan dan penarikan kendaraan mulai meresahkan masyarakat. Padahal di beberapa kasus, seseorang yang dipaksa berhenti belum tentu merupakan debitur kredit macet
Seperti pengalaman seseorang yang diunggah Instagram @infodepok_id (19/2/2022). Diketahui, pemotor ini dipepet tiga motor yang ditumpangi enam orang di daerah Cisalak, Depok, Jawa Barat.
Keenam orang ini dicurigai merupakan 'mata elang' gadungan. Sebab mereka tidak memiliki surat-surat tugas yang diperlukan untuk menagih dan menarik kendaraan. Selain itu, pemilik motor tersebut diketahui membeli secara kontan, bukan kredit.
Baca juga: Bocor, Hyundai Ioniq 5 Sudah Ada di Pabrik Hyundai Cikarang
Lihat postingan ini di Instagram
“Dia sok2an meriksa plat nomer, nomer rangka motor suami yang katanya platnya double di Samsat tapi saya tanya satu lagi katanya saya punya cicilan di FIF padahal motor beli cash, terus saya tanya sama lain orang lagi katanya mereka dr leasing BFF,” tulis keterangan foto @infodepok_id.
Menanggapi kejadian seperti ini, Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, mengatakan, aturan soal debt collector saat ini lebih ketat.
“Debt collector tetap boleh, asal mengikuti aturan-aturan yang sudah ditentukan, tidak sembarangan. Misalnya untuk cara dan jam telepon saja itu ada ketentuannya,” ujar Tulus, kepada Kompas.com belum lama ini.
Baca juga: Pasokkan Alphard Terus Berkurang, Ini Penjelasan Toyota Indonesia
Tulus menambahkan, bila debt collector ingin menarik kendaraan maka ada syarat yang harus dipenuhi, yakni wajib membawa surat fidusia dari pengadilan.
“Ketika mendatangi konsumen, juru tagihnya membawa atau tidak surat sita fidusia dari pengadilan? Karena konsumen dianggap bakal bayar, boleh diambil motor atau mobilnya tetapi harus seizin pengadilan, tidak boleh sembarangan,” ucap Tulus.
Sementara itu, Juru bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot mengatakan, proses penarikan kendaraan oleh leasing bisa saja dilakukan, namun tetap ada syarat-syaratnya, tidak bisa langsung menarik apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini.
Baca juga: Rata-rata Konsumsi BBM All New Honda BR-V Selama Digunakan Harian
“Penarikan kendaraan atau jaminan kredit bagi debitur yang sudah macet dan tidak mengajukan keringanan sebelum dampak Covid-19 dapat dilakukan sepanjang perusahaan pembiayaan melakukannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” ucap Sekar.
Adapun ketentuan hukum yang berlaku dalam upaya leasing melakukan penarikan atau penyitaan kendaraan, tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020.
Dalam aturan itu, disebutkan bahwa perusahaan kreditur hanya bisa melakukan penarikan atau mengeksekusi objek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak usai meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri.
“Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri,” demikian bunyi Putusan MK itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.