JAKARTA, KOMPAS.com – Mengemudikan mobil di jalan tol harus mengikuti aturan dan kaidah yang berlaku. Sebab berkendara di jalan tol memiliki sedikit perbedaan dengan jalan raya.
Banyak pengemudi yang abai dengan aturan ini. Alhasil perilaku mereka ketika di jalan dapat meningkatkan risiko kecelakaan.
Jusri Pulubuhu, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), mengatakan, ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan orang Indonesia saat mengemudi di jalan tol.
Baca juga: Ini Perbedaan Sanksi Pengendara Tidak Membawa SIM dan Tak Memiliki SIM
Umumnya mereka mengabaikan penggunaan lajur di jalan tol. Padahal tiap lajur memiliki fungsinya masing-masing.
"Orang di Indonesia dalam penggunan lajur ini sering salah,” ucap Jusri, kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.
“Bahu jalan dipakai menyalip, kemudian di lajur cepat tapi kecepatan konstan. Ketiga pindah jalur secara kasar saat mau masuk gerbang tol," kata Jusri.
Baca juga: Jangan Lupa, Masa Berlaku SIM Bukan Berdasarkan Tanggal Lahir Lagi
Jusri juga mengatakan, langsung masuk ke lajur lambat bahkan sampai crossing beberapa lajur merupakan gaya mengemudi yang membahayakan.
Menurutnya, jika pengendara ingin berpindah dari lajur cepat ke lajur lambat untuk keluar tol misalnya, harus dilakukan secara bertahap.
"Katakan ada empat lajur kita bisa melewati lajur pertama, kedua atau ketiga. Memotong itu tidak boleh. Kalau di luar negeri gaya mengemudi seperti itu bisa ditangkap," ujar Jusri.
"Harusnya bertahap, tiap 30 meter baru bisa pindah, tidak bisa langsung double lane crossing," tuturnya.
Batas Kecepatan
Jalan tol didesain sebagai jalan bebas hambatan. Jalan berbayar ini memungkinkan pengemudi menyetir lebih cepat ketimbang jalan raya atau jalan umum.
Kendati demikian bukan berarti pengemudi bisa bebas ngebut seenaknya, sebab jalan tol juga dibatasi kecepatannya. Aturan kecepatan ini berlaku pada batas bawah dan atas kecepatan kendaraan.
Tujuan ada batas bawah kecepatan agar mobil bisa tetap melanju dan tidak tersendat ke belakang. Sedangkan batas atas untuk menjaga agar tidak terjadi kecelakaan. Terutama di beberapa titik yang rawan kecelakaan.
Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengingatkan, bahwa jalan adalah area yang tidak aman. Kecelakaan di jalan merupakan salah satu penyumbang kematian paling tinggi.