Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alternatif Mudik Saat Corona dari Kacamata Pengamat Transportasi

Kompas.com - 26/03/2020, 08:22 WIB
Stanly Ravel,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Meluasnya virus corona (Covid-19) membuat pemerintah menyusun beberapa kebijakan untuk mencegah penyebaran. Salah satu yang sedang ramai dibahas mengenai larangan mudik Lebaran 2020, sebentar lagi.

Seperti diketahui, meski sudah menjadi tradisi, namun aktivitas mudik yang melibatkan puluhan ribu orang berpotensi menjadi ladang penyebaran corona. Apalagi bagi yang menggunakan sektor transportasi umum layaknya bus, kereta api, kapal laut, hingga pesawat terbang.

Menanggapi kondisi ini, Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, masih ada beberapa opsi yang mungkin bisa dilakukan oleh pemerintah.

Baca juga: Mobil Istirahat Dua Minggu Sebaiknya Isi Bensin di Posisi Seberapa?

"Akan lebih elegan bila menggunakan mobil pribadi, tapi tetap dengan beberapa syarat protokol kesehatan. Mulai dari mobil yang semprotkan disinfektan baik saat berangkat dan mau pulang, sampai yang paling penting lagi menyediakan pengecekan kesehatan di rest area," ujar Djoko saat dihubungi Kompas.com, Rabu (24/3/2020).

Petugas medis memandu pengendara mobil di stasiun tes Covid-19 drive-thru di Arlington, Virginia, Amerika Serikat (AS), pada 19 Maret 2020. Layanan drive-thru ini dijalankan oleh Virginia Hospital Center and Arlington Country.SHAWN THEW/EPA-EFE Petugas medis memandu pengendara mobil di stasiun tes Covid-19 drive-thru di Arlington, Virginia, Amerika Serikat (AS), pada 19 Maret 2020. Layanan drive-thru ini dijalankan oleh Virginia Hospital Center and Arlington Country.

Fasilitas pengecekan kesehatan disediakan oleh pemerintah. Bila saat perjalanan baik saat berangkat atau balik, ditemukan ada pemudik yang sakit atau terindikasi Covid-19, risikonya mereka harus balik dan melakukan karantina.

Pilihan kedua menurut Djoko juga masih bisa menggunakan angkutan umum layaknya bus Antar Provinsi Antar Kota (AKAP). Namun demikian pemerintah harus tegas, yakni memangkas jumlah penumpang untuk menciptakan jarak seperti anjuran social distancing.

 

"Masih bisa dengan tetap menjalani protokol kesehatan sebelumnya dan diikuti dengan pengurangan jumlah penumpang. Contoh seharunya 50 penumpang dipangkas 50 persen atau hanya 25 agar duduknya satu-satu," ucap Djoko.

Baca juga: Imbas Corona, PO Bus AKAP Siapkan Skenario bila Ada Larangan Mudik

Namun demikian, untuk kebijakan pengurangan jumlah penumpang ini pemerintah juga harus hadir. Peran pemerintah selain memberikan fasilitas kesehatan juga harus memberikan kompensasi bagi operator bus, khususnya bagi bangku yang kosong akibat pengurangan tadi.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi (kanan) dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno berfoto bersama usai melepas secara simbolis keberangkatan 250.000 peserta Mudik Bareng BUMN di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Kamis (30/5/2019).KOMPAS.com/MURTI ALI LINGGA Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi (kanan) dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno berfoto bersama usai melepas secara simbolis keberangkatan 250.000 peserta Mudik Bareng BUMN di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Kamis (30/5/2019).

Djoko menjelaskan, pandemi corona memang mempengaruhi semua sektor, bahkan transportasi umum juga turun drastis. Lantaran itu, bila menerapkan cara yang kedua, diharapkan ada komensasi dari pemerintah terutama untuk pengusaha bus.

"Kita sama-sama tahu bila sektor transportasi ini melemah saat corona melanda, penghasilan pengusaha atau operator juga turun drastis, apalagi ada pembatalan mudik bareng," ujar Djoko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau