JAKARTA, KOMPAS.com - Program Indonesia bebas truk over dimension over loading atau ODOL, resmi ditunda hingga 2023. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, menyampaikan penegakan aturan ODOL terganjal oleh beberapa masalah.
"Di satu sisi kita punya keinginan untuk menegakkan aturan ODOL, tetapi di sisi lain kita sedang menghadapi masalah ekonomi akibat adanya wabah virus corona, dan isu lainnya yang mempengaruhi ekonomi Indonesia. Karenanya kita memberikan toleransi sampai akhir 2022, dan pada 1 Januari 2023 berlaku penuh," ujar Budi yang dikutip dari Dephub.go.id, Senin (24/2/2020).
Selain alasan corona dan ekonomi, Budi menyampaikan penundaan program pemberantasan ODOL secara penuh juga diakibat adanya beberapa faktor lain
Baca juga: Tak Hanya Kecelakaan, Truk ODOL Juga Kuras Uang Negara
Mulai dari permohonan para pelaku usaha dengan dalil meminta tenggat waktu guna melakukan penyesuaian, sampai upaya pemerintah yang ingin meningkatkan produktivitas dari Tanjung Priok sebagai pusat logistik nasional yang melayani 60 persen logistik Indonesia.
Walau demikian, Budi mengklaim regulasi ODOL di jalan tol tetap berjalan, salah satunya di ruas Tol Tanjung Priok sampai ke Bandung. Termasuk pelarangan angkutan ODOL masuk ke pelabuhan Penyeberangan.
"Jadi (jalan tol) Tanjung Priok –Jakarta–Cikampek–Bandung tetap diberlakukan pelarangan ODOL. Teknisnya apakah akan diberlakukan hari ini atau minggu depan, akan segera disiapkan," ucap Budi.
Baca juga: Larangan Truk ODOL Ditunda Lagi sampai 2023
"Pada masa tenggat ini, kepada pelaku usaha untuk mempersiapkan diri jelang diberlakukannya aturan pelarangan ODOL secara penuh di awal 2023, diantaranya dengan tidak membeli mobil-mobil baru dengan kualifikasi ODOL," kata Budi.
Terkait masalah ini, Pengamat transportasi Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Djoko Setijowarno, sangat menyangkan keputusan yang diambil Kemenhub.
Namun, dia berharap bila hal ini menjadi toleransi yang terakhir diberikan sebelum lebih banyak lagi nyawa melayang akibat kecelakaan ODOL.
"Cukup sekali ini, jangan diundur lagi. Ini juga harus ada konsekensinya, jika masih terjadi kecelakaan antara 2021-2022 harusnya Kemenperin juga mau bantu korban kecelakaan itu. Untuk Kemenhub harus ada roadmap ODOL yang jelas mulai sekarang," kata Djoko saat dihubungi Kompas.com, Senin (24/2/2020).
Merugikan Negara
Sebelumnya, Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, mengatakan, dampak buruk yang dihasilkan dari kendaraan niaga ODOL bukan hanya soal keselamatan di jalan. Keberadaan kendaraan niaga ilegal ini merugikan negara secara langsung, karena merusak infrastruktur jalan akibat dilaluinya.
"Dampak ODOL tak hanya dirasakan pemerintah pusat di jalan nasional, tapi juga pemerintah daerah (pemda) yang punya wewenang membangun dan memelihara jalan kota, jalan kabupaten, dan jalan provinsi," ucap Djoko.
Baca juga: Cegah Potensi Truk ODOL, Kemenhub Bakal Tegur Produsen Ban dan Sasis]
Djoko mengatakan, adanya kerusakan jalan yang begitu cepat di daerah akibat ODOL akan menguras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN) serta Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang sebenarnya dapat digunakan untuk program lain.
Salah satu contoh konkret, adalah kasus kekesalan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya, yang menghentikan truk bermuatan tanah karena merusak dan mengotori jalan. Belum lagi ditambah dengan Jembatan Cibereum yang rusak berat dan berlubang.
"Jembatan itu pembangunannya dibiayai APBD Kabupaten Lebak senilai Rp 50 miliar lebih. Akhirnya ditutup untuk diperbaiki dan tidak dapat dilewati warga untuk sementara waktu, hal yang sama tidak hanya dirasakan Pemkab Lebak saja, pasti dialami pemda lainnya," ucap Djoko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.