Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teriakan Organda dan Operator Bus Soal B20

Kompas.com - 28/08/2018, 07:42 WIB
Ghulam Muhammad Nayazri,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah bakal perluas mandatory bio solar 20 (B20) pada 1 September 2018 mendatang, untuk kendaran yang tidak disubsidi atau non public service obligation (PSO), Jadi kendaraan umum dan penumpang bakal mengonsumsinya.

Ateng Aryono, Sekjen DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) mengapresiasi kebijakan pemerintah tersebut. Dukungan penuh diberikan, apalagi saat aturan penggunaan B20 dapat menekan biaya konsumsi bahan bakar. 

Namun, dirinya masih menunggu rekomendasi resmi APM (Agen Pemegang Merek), Gaikindo, dan Akademisi soal implementasi penggunaan B20.

“Minimal kalangan industri dan pemerintah memiliki kesepakatan, sekaligus ikut berpartisipasi aktif dalam penyelenggaran dan penggunaan B20, baik dari sisi teknis, ekonomis dan ketersediaan,” ujar Ateng dalam keterangan resminya.

“Tujuan akhir industri transportasi, melayani penumpang dengan menjamin keamanan dan kenyamanan konsumen. Jangan sampai ada hal yang mengganggu pelayanan, akibat kebijakan pemerintah,” ujar Ateng.

Baca juga: BMW Tak Anjurkan Konsumen Pakai Solar B20

Operator Bus

Salah satu operator bus dan juga anggota organda, Kurnia Lesani Adnan dari PO SAN Putra Sejahtera mengungkapkan kegelisahannya, dan menyebut kebijakan pemerintah soal B20 bertolak belakang dengan perkembangan teknologi otomotif.

Berdasarkan pengalamannya, pria dengan panggilan akrab Sani, saat ini armadanya menggunakan solar B10 dan bisa membuat performa mesin mengalami problem, misalnya terjadi blocking pada filter atau penyaring bbm (solar).

Baca juga: Mendikdasmen Bolehkan "Study Tour", Dedi Mulyadi: Tidak Boleh Anak Piknik di Atas Rintihan Orangtua

“Ketika terjadi blocking pada filter,  resiko kecelakaan sangat tinggi, ketika bus dalam posisi jalan menanjak dengan kecepatan tinggi, jika kualitas solar tidak sesuai dengan kriteria mesin membuat tenaga mesin menjadi turun (low compretion) secara mendadak akibat filter bbm tersumbat (terjadi blocking karena gel),” kata Sani.

“Saat ini kami menggunakan solar B10, dan harus sering mengganti filter BBM lebih cepat dari jadwal yang di rekomendasikan oleh pabrikan (15.000km). Bisa dibayangkan jika kami sebagai operator lalai akan hal ini,” ujar Sani.

Sementara memasuki 2020 pemerintah mencanangkan standar Euro 4. Saat ini bus berstandar Euro 2 saja sudah kesulitan akan solar B10.

“Kami minta pemerintah bersikap realistis dalam membuat kebijakan. Saat ini supply BBM solar sudah mulai langka. Seperti di Bengkulu bus kami antri mulai jam 7:00 baru dapat diisi pukul 16:00. Apa yang di harapkan pemerintah?” tutur Sani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pemain Timnas Semringah Usai Kalahkan Bahrain, Marselino Bergoyang
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau