Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kendaraan Komersial Listrik, Becerminlah pada New York

Kompas.com - 27/06/2012, 15:01 WIB

New York, KompasOtomotif — Mobil listrik dan transportasi umum listrik kian dibicarakan belakangan ini. Selepas usaha mencari bahan bakar alternatif dari gas hingga hibrida sesuai arahan pemerintah, terakhir bus listrik diuji coba dan dipamerkan BPPT dan LIPI di Jakarta. Namun, di tengah semangat publik Tanah Air untuk mengaplikasikan teknologi itu dalam kendaraan sehari-hari, kita bisa berkaca pada kisah taksi listrik di New York, Amerika Serikat.

Seratus sepuluh tahun sebelum Nissan Leaf akhirnya menjadi taksi bertenaga listrik di New York, yang belakangan juga akan digunakan menyambut Olimpiade London, kota itu sebenarnya sudah punya catatan sejarah soal kendaraan umum serupa. Naasnya, kendaraan tersebut hilang dari peredaran hingga akhirnya sekarang menggejala kembali.

Mirip helicak

Sekitar tahun 1900, William C Whitney, pengusaha mobil sekaligus mantan Sekretaris Angkatan Laut Amerika, melihat potensi menjanjikan, ia pun mengembangkan mobil listrik sebagai taksi. Hal itu didasari pada makin populernya kendaraan jenis ini. Data menunjukkan bahwa 4.192 mobil yang terjual di masa itu, sebanyak 1.575 unit bersistem elektrik. Oleh karenanya, ia kemudian membeli sejumlah unit serta membangun perusahaan bernama Electric Vehicle Company.

Taksi listrik William lebih mirip helicak, dengan penumpang di depan dan pengemudi di belakang. Baterai yang digunakan 48 cells 100 Ah dan dipasangkan dengan motor penggerak buatan Westinghouse Electric and Manufacturing Company. Sekali isi penuh, taksi "helicak" ini bisa menempuh 25 mil (atau lebih dari 40 km).

Ia dinilai ideal karena bebas polusi, tidak berisik, dan terhitung mudah digunakan. Taksinya pun laris mengingat mobil bensin zaman itu butuh pengaturan cuk (keran gelontoran bahan bakar) yang rumit.

Kisah soal kemajuan teknologi transportasi umum di era awal ini berjalan mulus sampai akhirnya William membuat kesalahan fatal, yaitu ekspansi. Dimulai dari memiliki 13 taksi, ia menggenjot jumlah armada menjadi 200 unit, kemudian terakhir lebih dari 1.600 unit.

Yang jadi masalah, perusahaan Will sejak awal menerapkan sistem isi tenaga dengan kembali ke pul atau pangkalan setelah shift kerja sopir dan baterai taksi habis. Baterai itu hanya diganti, sementara taksi tetap dioperasikan. Di sisi lain, produksi baterai sungguh terbatas, seperti juga masalah klasik yang masih terjadi bahkan hingga saat ini.

Will terus saja berekspansi sehingga banyak taksi rusak tetap dijalankan dan pada akhirnya membawa citra buruk bagi warga AS, khususnya New York, terhadap kendaraan listrik.

Lambat laun hal itu mengakar pada kebangkrutan dan menunjukkan bahwa bukanlah teknologi yang salah, melainkan sistem manajemen. Meski begitu, warga sudah kadung pesimistis sehingga mereka menyingkirkan impian realistis akan adanya kendaraan ideal yang bebas polusi dan tidak berisik. Perusahaan Will pun kolaps seiring hangusnya ratusan unit pascakebakaran serta masa jatuhnya perekonomian yang dikenal dengan istilah "Panic of 1907".

Berkaca dari hal ini, mudah-mudahan semangat dan dorongan yang tinggi akan teknologi tersebut tidak lantas mengaburkan perhatian akan pentingnya pengaturan yang baik, di samping juga ketersediaan teknologi dan pengadaan baterai yang masih berkembang. (Dimas Wahyu)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com