Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasar Melemah, Toyota Harap Pemerintah Tunda Kenaikan PPN 12 Persen

Kompas.com - 10/09/2024, 07:02 WIB
Ruly Kurniawan,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam berharap pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada tahun 2025.

Pasalnya, saat ini kondisi pasar dalam negeri masih terpukul, yang ditandai melemahnya daya beli masyarakat dan terperosoknya tingkat Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indoonesia.

"Kita berharapnya datang stimulus supaya mengembalikan permintaan, mengembalikan confidence pasar. Sekarang PMI (Agustus 2024) juga turun, sudah di bawah 50, tandanya kita sudah masuk zona kontraksi," kata di belum lama ini.

Baca juga: Penjualan Mobil Tahun Ini Sulit Tembus 900.000 Unit

Ilustrasi penjualan mobil. ISTIMEWA Ilustrasi penjualan mobil.

"Oleh karena itu optimisme pasar harus dipelihara. Kebijakan yang sifatnya mendorong seperti relaksasi (bukannya menaikkan PPN) perlu diprioritaskan," kata Bob.

Kendati begitu, bukan berarti perusahaan menentang upaya pemerintah untuk memperbesar pendapatan yang pada akhirnya berujung terhadap peningkatan pembangunan. Hanya saja saat ini momentumnya tidak tepat.

"Sebab kita tidak bisa jamin juga, ketika tax rate naik, revenue-nya juga akan naik. Kalau ekonominya shrinking, itu malahan jauh lebih bahaya lagi," ucap dia.

"Apalagi kita dalam beberapa tahun ini deflasi yang disebabkan dari supply ataupun daya beli melemah. Ini yang saya rasa harus dipertimbangkan lagi," kata Bob lagi.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto memastikan tarif PPN akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen, pada 2025. Hal ini sesuai dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca juga: Ini 10 Merek Mobil Terlaris Agustus 2024, BYD Tembus 10 Besar

Ilustrasi penjualan mobilKOMPAS.com/STANLY RAVEL Ilustrasi penjualan mobil

Memang dalam kesempatan sama, disebutkan rencana tersebut bisa saja ditunda tapi tergantung dengan Undang-undang yang menyertai.

“Kecuali ada hal yang terkait UU, kan tidak ada. Jadi kita monitor aja catatan nota keuangan nanti,” ujarnya pada Kamis (8/8/2024) lalu.

Untuk diketahui saat ini Indonesia sedang terjadi penurunan daya beli yang digambarkan dengan turunnya jumlah penduduk kelas menengah, menuju ke garis kemiskinan selama lima tahun terakhir dari 57,33 juta orang menjadi 47,85 juta orang pada 2024 (data BPS).

Sementara itu, berdasarkan data S&P Global, PMI Manufaktur di Indonesia Agustus 2024 tercatat di bawah 50, tepatnya 48,9. Turun dari satu bulan sebelumnya yang mencapai 49,3.

PMI kerap digunakan untuk memahami ke mana arah ekonomi dan pasar serta mengungkap peluang ke depan. Oleh karena itu, negara dengan PMI manufaktur lebih dari 50 dianggap memiliki industri/manufaktur yang berjalan dengan baik/ekspansif.

Maka, jika nilai PMI manufaktur kurang dari 50, menandakan aktivitas manufaktur sedang tidak baik atau dalam kategori kontraksi.

Baca juga: Jangan Beli Motor Bekas Tanpa Dokumen Lengkap

Penjualan mobil bekas MPV dan LMPV naik menjelang lebaran Mobil88 Penjualan mobil bekas MPV dan LMPV naik menjelang lebaran

Penyebab utama memburuknya kesehatan sektor ini adalah penurunan tajam dalam pesanan baru. Bisnis menyoroti bahwa kenaikan harga barang telah menurunkan aktivitas perdagangan (penurunan permintaan).

Pada sektor otomotif, kondisi ini berbanding lurus terhadap penurunan penjualan mobil. Menurut data Gaikindo, total wholesales atau distribusi dari pabrik ke diler selama Januari-Agustus 2024 mencapai 560.619 unit, turun 17,1 persen dari periode sama tahun lalu yang mencapai 675.859 unit.

Sementara penjualan retail juga melemah 12,1 persen pada kurun waktu sama, dari 665.262 unit menjadi 584.857 unit.

"Perlu diketahui, pasar otomotif terbesar di dunia ialah middle-low income," kata Ahli Desain Produk Industri Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus Pasaribu dalam kesempatan terpisah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau