Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nikel Indonesia Baru Penuhi 0,4 Persen Kapasitas Baterai Dunia

Kompas.com - 13/02/2024, 08:22 WIB
Ruly Kurniawan,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Energy Shift Institute menyebut bahwa Indonesia tahun ini diperkirakan hanya dapat memenuhi 10 gigawatt hour (GWh) atau kurang dari 0,4 persen kapasitas produksi baterai kendaraan listrik global.

Padahal Tanah Air berambisi untuk menjadi salah satu pemain penting pada kontestasi industri kendaraan listrik global, khususnya di sektor baterai melalui hilirisasi nikel.

Sebab, nikel merupakan bahan mentah utama dalam industri terkait tetapi pengolahan selalu dilakukan di luar negeri. Dengan hilirisasi, maka Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah sekaligus daya saing industri manufaktur.

Baca juga: Diskon Motor Listrik Alva di IIMS 2024 Tembus Rp 9 Juta

Baterai mobil listrikKompas.com/Donny Baterai mobil listrik

"Tapi, ketika indonesia perlahan merangkak naik dalam rantai pasok industri baterai pada kendaraan listrik berbasis baterai (KBLBB), perlombaan antara negara-negara lain sudah berjalan kencang," ujar Managing Director Energy Shift Institute Putra Adhiguna dalam keterangannya, Senin (12/1/2024).

Situasi ini menjadi serius karena pertumbuhan kapasitas produksi baterai dunia berlangsung lebih cepat dibandingkan permintaan.

Sebagai contoh, kata Putra, pada semester I/2022, pabrik baterai di China secara rata- rata beroperasi kurang dari 45 persen kapasitas produksinya.

Seiring dengan terus dibangunnya kapasitas di China, ditambah dorongan agresif dari Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk mengembangkan industri serupa, persaingan untuk investasi akan semakin ketat.

Baca juga: Bahaya, Pakai Earphone Saat Mengendarai Motor

Baterai motor listrik Charged EV Anoa, punya daya jelajah 80 kilometerKompas.com/Daafa Alhaqqy Baterai motor listrik Charged EV Anoa, punya daya jelajah 80 kilometer

Sementara sampai sekarang, nilai tambah berbagai produk nikel Indonesia berkisar antara dua hingga 11 kali lipat dibanding produk mentahnya. Diketahui, saat ini sekitar tiga perempat ekspor nikel RI masih berkaitan dengan industri baja tahan karat atau stainless steel.

"Nilai tersebut masih jauh di bawah nilai tambah yang lebih dari 60 kali lipat jika mencapai produksi baterai," ujar Putra.

Dengan kapasitas global diperkirakan meningkat dua kali lipat menuju 2030, maka Indonesia tertinggal jauh, sekalipun produksi nikel meningkat lebih dari delapan kali lipat sejak 2015.

Apabila kapasitas produksi baterai Indonesia tidak ditingkatkan, ia menilai Indonesia hanya akan bergeser dari eksportir produk nikel untuk baja tahan karat menjadi eksportir produk setengah jadi untuk industri baterai.

“Maka dari itu, penting untuk berbagai pihak yang terlibat tidak memandang enteng skala pertumbuhan ke depan karena revolusi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) dunia baru saja memasuki babak awal,” ujar dia.

Baca juga: Ini Alasan Pengendara Wajib Istirahat Tiap 2 Jam Saat Road Trip

Dibutuhkan setidaknya 15,3 miliar dollar Amerika Serikat (AS) untuk membangun proyek baterai kendaraan listrik secara end-to-end di dalam negeri. Dibutuhkan setidaknya 15,3 miliar dollar Amerika Serikat (AS) untuk membangun proyek baterai kendaraan listrik secara end-to-end di dalam negeri.

Terkait dengan pesatnya pertumbuhan baterai tanpa nikel dan perdebatan masa depan nikel, Putra justru mengatakan bahwa permintaan nikel dunia untuk baterai sangat mungkin akan terus melambung.

Peningkatan itu dapat terjadi seiring laju adopsi KBLBB meskipun hadir teknologi alternatif.

"Selain nikel, yang kerap luput dari perhatian adalah peningkatan produksi kobalt oleh Indonesia sebagai produsen kobalt terbesar kedua di dunia. Ini semakin menekankan pentingnya pengelolaan SDA yang optimal,” katanya.

"Berbagai situasi ini perlu direspons dengan cepat oleh pemerintah karena konstruksi kebijakan yang digulirkan untuk meningkatkan daya saing nikel Indonesia telah bersandar pada 'janji' pengembangan industri baterai dan kendaraan listrik, terlebih lagi penerapan standar lingkungan yang longgar," tambah Putra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau