Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Ganjil Genap Motor, Ada Cara Alternatif Turunkan Polusi Jakarta

Kompas.com - 14/10/2023, 06:42 WIB
Dio Dananjaya,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Baru-baru ini Kepolisian Republik Indonesia menggaungkan solusi menekan tingkat polusi udara di Jakarta dengan penerapan ganjil genap bagi sepeda motor. Padahal ada cara lebih efektif untuk menurunkan emisi gas buang.

Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), mengatakan, ganjil genap motor lebih ampuh mengatasi masalah polusi udara ketimbang ganjil genap mobil.

Alasannya, berdasarkan data KPBB, jumlah share polusi dari motor lebih banyak ketimbang kendaraan jenis lain, seperti truk, bus, dan mobil pribadi.

Baca juga: Ada 121 Lokasi Uji Emisi di DKI, Bisa Tilang di Tempat

Foto ilustrasi penerapan Electronic Road Pricing (ERP) di Jalan Lim Teck Kim Singapura.Josephus Primus Foto ilustrasi penerapan Electronic Road Pricing (ERP) di Jalan Lim Teck Kim Singapura.

Share polutan sepeda motor untuk partikel debu diklaim sebanyak 44,53 persen. Sementara unsur karbon monoksida sepeda motor mencapai 70 persen, dari total emisi seluruh kendaraan bermotor.

Namun, penerapan ganjil genap motor dinilai masih kurang efektif untuk menurunkan tingkat polusi udara di Jakarta.

“Kan ERP seharusnya yang paling efektif, Electronic Road Pricing. Artinya kita terapkan kebijakan yang sudah lama kita rancang. Sejak 2010 kan kita sudah menyampaikan ke pemerintah untuk menerapkan ERP,” ujar pria yang akrab disapa Puput, kepada Kompas.com (13/10/2023).

“Jadi nanti enggak ada cerita ganjil genap atau apa. Karena kalau sepeda motor nanti akan diakali. Sampai saat ini kan orang-orang satu rumah bisa punya sepeda motor 2 atau 3, bahkan 4. Setiap orang rata-rata punya,” kata dia.

Baca juga: Update Susunan Pebalap MotoGP Musim 2024, Tersisa Repsol Honda

Seperti diketahui, ERP menerapkan biaya pada pengendara atas kemacetan yang disebabkannya. ERP dilakukan untuk mengurangi jumlah kendaraan di jalan.

Tujuannya supaya tidak macet, meningkatkan efisiensi perjalanan, serta mendukung kita untuk beralih ke transportasi yang lebih ramah lingkungan.

“Jadi dalam konteks ini akan lebih pas ERP, untuk sepeda motor maupun mobil. Kecuali angkutan umum yang pelatnya kuning terbebas dari ERP,” ucap Puput.

Baca juga: Rossi Pamer Koleksi Helm, Semua Rival Ada Kecuali Marquez

Lalu lintas kendaraan di Tol Dalam Kota Jakarta tampak padat pada jam pulang kerja di hari ketiga pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap dua, Rabu (16/9/2020). Pembatasan kendaraan bermotor melalui skema ganjil genap di berbagai ruas Ibu Kota resmi dicabut selama PSBB tahap dua.KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Lalu lintas kendaraan di Tol Dalam Kota Jakarta tampak padat pada jam pulang kerja di hari ketiga pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap dua, Rabu (16/9/2020). Pembatasan kendaraan bermotor melalui skema ganjil genap di berbagai ruas Ibu Kota resmi dicabut selama PSBB tahap dua.

Selain menerapkan ERP, Puput juga menyarankan pemerintah agar menghapus BBM Euro 2 dan beralih menggunakan BBM Euro 4.

Sebagai informasi, BBM standar Euro 2 seperti Pertalite atau Bio Solar sudah tidak direkomendasikan bagi kendaraan modern, karena menghasilkan emisi gas buang yang lebih tinggi.

“Kemudian, harus tegas konteks bahan bakar. Karena bahan bakar kita dapat dikatakan amat sangat buruk,” kata Puput.

“Misalnya Pertalite, itu kan bahan bakar buruk. Di negara lain sudah enggak dipakai, di ASEAN pun enggak ada. Paling rendah standar Euro 4, BBM Euro 4 itu Pertamax Turbo,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau