JAKARTA, KOMPAS.com - Belum lama ini, videojasa viral beredar di media sosial yang memperlihatkan oknum petugas keamanan swasta diduga melakukan pungutan liar (pungli). Dalam video tersebut, oknum terlihat menggunakan Mitsubishi Xpander berwarna hitam.
Pada video yang diunggah oleh akun Instagram @cetul_22, Xpander tersebut memiliki nomor polisi D 235 SS, dengan stiker Detasemen 235, Kejadian tersebut terlihat dilakukan di jalan tol. Xpander tersebut juga memakai lampu strobo warna kuning di bagian atas.
"Detasemen 235 ini bagian apa ya kira² nopol D 235 SSS terdaftar an PT YASPIS INDAH PERKASA yang beralamatkan di jl lurah no 235 rt 003 rw 003 karangmekar cimahi tengah cimahi jawa barat no tlp 022 6640992," tulis keterangan dalam unggahan tersebut.
Baca juga: Pengunjung Masjid Istiqlal Kena Pungli Parkir Liar, Disuruh Bayar Rp 10.000
Setelah redaksi menelusuri melalui pencarian di Google, disebutkan bahwa Detasemen 235 yang dimaksud adalah 235 Security Service.
View this post on Instagram
Menurut keterangan dari situs itu, disebutkan bahwa 235 Security Service adalah badan usaha penyedia jasa pengamanan berbadan hukum PT. YASPIS INDAH PERKASA dengan surat izin Mabes POLRI Nomor : SI/1960/III/2015.
Selain diduga melakukan tindak kejahatan berupa pungli, mobil dengan pelat nomor sipil tersebut juga dilengkapi dengan sirene.
Budiyanto, pengamat masalah transportasi dan hukum, mengatakan, dugaan pungli atau pemerasan yang dilakukan oleh oknum penyedia jasa security merupakan perbuatan pidana Pasal 368 KUHP.
"Adanya perbuatan pidana tersebut dapat dilaporkan ke Kepolisian (Satserse), pada saat lapor lengkapi dengan bukti-bukti pendukung," ujar Budiyanto, saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.
Sementara, penggunaan sirene sudah diatur pada Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Aturan tersebut tertulis pada Pasal 134 dan 135.
Baca juga: Hindari Pungli, Ada 550 Lokasi Parkir Elektronik di Semarang
Pada pasal 134, dijelaskan beberapa kendaraan yang mendapatkan hak utama di jalan raya. Hak utama di sini maksudnya adalah kendaraan yang harus didahulukan saat bertemu di jalanan.
Kemudian pada pasal 135, dijelaskan kalau kendaraan yang mendapatkan hak utama harus dikawal oleh Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.
Berikut ini deretan kendaraan yang mendapatkan hak utama di jalan raya sesuai dengan urutan:
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
b. Ambulans yang mengangkut orang sakit; c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
f. Iring-iringan pengantar jenazah; dan
g. Konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Menggunakan sirene berarti pelanggaran lalu lintas sebagai mana diatur dalam ketentuan pidana pasal 287 ayat (4) UU LLAJ, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu bulan atau denda paling bsnyak Rp 250.000," kata Budiyanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.