JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana membatasi penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi berjenis Solar dan Pertalite di Indonesia dalam waktu dekat.
Kebijakan tersebut, akan tercantum dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 yang saat ini sedang disempurnakan. Dengan metode itu, diharapkan mampu mempertaam ketepatan pemanfaatan BBM subsidi.
Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pembatasan BBM bersubsidi akan dilakukan sesuai dengan kapasitas mesin. Khusus roda dua, hanya diberikan pada sepeda motor di bawah 250 cc.
Baca juga: Penguasa Pasar, Motor Honda Dipunyai 7 dari 10 Orang Pengendara Indonesia
Menanggapi wacana terkait, General Manager Corporate Communications PT Astra Honda Motor Ahmad Muhibbudin menyambut baik. Sebab ada fenomena unik pada pengguna motor 250 cc ke atas di Indonesia.
Dia mencermati, pengendara motor di segmen itu umumnya lebih memilih BBM non subsidi untuk alasan prestise. Sehingga pembatasan BBM subsidi dinilai tak banyak pengaruhi penjualan motor Astra.
“Mereka (pecinta sepeda motor) itu pride-nya naik kalau mereka gunakan BBM non-subsidi. Ini merupakan fenomena unik, terkhususus pada segmen 250 cc," kata dia dalam acara Workshop Wartawan Industri di Menara Astra, Jakarta, Rabu (28/9/2022).
Baca juga: Jawaban Pertamina Soal Isu Kualitas Pertalite Dianggap Turun
"Kalau isunya tadi 250 cc ke atas itu tidak jadi isu di pengguna sepeda motor, karena motor di atas 250 cc itu mestinya menggunakan jenis BBM nonsubsidi karena itu akan pengaruhi power dan kenyamanan kendaraan mereka,” lanjut Muhib.
Sehingga, pembatasan BBM bersubsidi mendatang dipercaya tidak akan langsung membawa dampak terhadap penurunan penjualan pada motor Honda pada segmen 250 cc ke atas.
Namun untuk dampak kenaikan harga BBM yang saat ini mencapai 30 persen dari sebelumnya, diakui memiliki potensi membuat pasar roda dua bergejolak. Tetapi dengan catatan, hanya bila makro ekonomi bergerak negatif.
"Dalam jangka pendek, dampak itu belum terasa. Begitu pula dengan kenaikan suku bunga acuan BI (saat ini 4,25 persen). Mungkin, dampaknya lebih ke sisi masyarakat, kalau penjualan sampai saat ini belum dan kami pelajari terus," katanya.
"Suku bunga ini menjadi salah satu instrumen yang mempengaruhi inflasi. Jadi mungkin pada jangka panjang bisa saja berdampak. Ini yang kami pelajari dan diskusikan khususnya ke perusahaan pembiayaan," lanjut Muhib.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.